BAGIAN 1 RASIONAL PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan
dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor
determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang zaman.
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum
merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi yang signifikan untuk
mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak
dapat disangkal lagi bahwa kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada
kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik
menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Pengembangan
Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai
tantangan yang dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal.
1. Tantangan Internal
Tantangan internal antara lain
terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang
mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar pengelolaan, standar
biaya, standar sarana prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan.
Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk
Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif.
Terkait dengan tantangan internal
pertama, berbagai kegiatan dilaksanakan untuk mengupayakan agar penyelenggaraan
pendidikan dapat mencapai ke delapan standar yang telah ditetapkan.
Terkait dengan perkembangan penduduk,
SDM usia produktif yang melimpah apabila memiliki kompetensi dan keterampilan
akan menjadi modal pembangunan yang luar biasa besarnya. Namun apabila tidak
memiliki kompetensi dan keterampilan tentunya akan menjadi beban pembangunan.
Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar
SDM usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi SDM yang
memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi
beban.
2. Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal yang dihadapi
dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi
yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan
pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka.
3. Penyempurnaan Pola Pikir
Pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi pergeseran atau
perubahan pola pikir. Pergeseran itu meliputi proses pembelajaran sebagai
berikut:
a.
Dari
berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa.
b.
Dari
satu arah menuju interaktif.
c.
Dari
isolasi menuju lingkungan jejaring.
d.
Dari
pasif menuju aktif-menyelidiki.
e.
Dari
maya/abstrak menuju konteks dunia nyata.
f.
Dari
pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim.
g.
Dari
luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan.
h.
Dari
stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru.
i.
Dari
alat tunggal menuju alat multimedia.
j.
Dari
hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif.
k.
Dari
produksi massa menuju kebutuhan pelanggan.
l.
Dari
usaha sadar tunggal menuju jamak.
m. Dari satu ilmu pengetahuan bergeser
menuju pengetahuan disiplin jamak.
n.
Dari
kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan.
o.
Dari
pemikiran faktual menuju kritis.
p. Dari penyampaian pengetahuan menuju
pertukaran pengetahuan.
Sejalan dengan itu, perlu dilakukan
penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan baru dalam perumusan Standar
Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL di dalam KBK 2004 dan KTSP 2006 yang
diturunkan dari SI harus diubah menjadi perumusan yang diturunkan dari
kebutuhan.
4. Penguatan Tata Kelola Kurikulum
Pada Kurikulum 2013, penyusunan
kurikulum dimulai dengan menetapkan standar kompetensi lulusan berdasarkan
kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah
kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari
kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru
tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tapi disusun pada tingkat
nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran
tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu
yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang sangat memberatkan
guru.
Hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dilakukan Balitbang pada
tahun 2010 juga menunjukkan bahwa secara umum total waktu pembelajaran yang
dialokasikan oleh banyak guru untuk beberapa mata pelajaran di SD, SMP, dan SMA
lebih kecil dari total waktu pembelajaran yang dialokasikan menurut Standar
Isi. Di samping itu,
dikaitkan dengan kesulitan yang dihadapi guru dalam melaksanakan KTSP, ada
kemungkinan waktu yang dialokasikan dalam Standar Isi tidak dapat dilaksanakan
sepenuhnya. Hasil monitoring dan evaluasi ini juga menunjukkan bahwa banyak
kompetensi yang perumusannya sulit dipahami guru, dan kalau diajarkan kepada
siswa sulit dicapai oleh siswa. Rumusan kompetensi juga sulit dijabarkan ke dalam indikator dengan akibat
sulit dijabarkan ke pembelajaran, sulit dijabarkan ke penilaian, sulit
diajarkan karena terlalu kompleks, dan sulit diajarkan karena keterbatasan
sarana, media, dan sumber belajar.
Untuk menjamin ketercapaian
kompetensi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan untuk memudahkan pemantauan
dan supervisi pelaksanaan pengajaran, perlu diambil langkah penguatan tata
kelola antara lain dengan menyiapkan pada tingkat pusat buku pegangan
pembelajaran yang terdiri dari buku pegangan siswa dan buku pegangan guru.
Karena guru merupakan faktor yang sangat penting di dalam pelaksanaan
kurikulum, maka sangat penting untuk menyiapkan guru supaya memahami
pemanfaatan sumber belajar yang telah disiapkan dan sumber lain yang dapat
mereka manfaatkan. Untuk menjamin keterlaksanaan implementasi kurikulum dan
pelaksanaan pembelajaran, juga perlu diperkuat peran pendampingan dan
pemantauan oleh pusat dan daerah.
5. Pendalaman dan Perluasan Materi
Berdasarkan analisis hasil PISA 2009,
ditemukan bahwa dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan di dalam studi
PISA, hampir semua peserta didik Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran
sampai level 3 (tiga) saja, sementara negara lain yang terlibat di dalam studi
ini banyak yang mencapai level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam). Dengan
keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama, interpretasi yang dapat
disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu yang kita ajarkan berbeda
dengan tuntutan zaman.
Analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan
2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta didik kelas 2 SMP juga
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk bidang matematika, lebih dari
95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level menengah, sementara
misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan
advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang diajarkan di Indonesia
berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan di tingkat
internasional.
Untuk bidang IPA, pencapaian peserta
didik kelas 2 SMP juga tidak jauh berbeda dengan pencapaian yang mereka peroleh
untuk bidang matematika. Hasil studi pada tahun 2007 dan 2011 menunjukkan bahwa
lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level menengah,
sementara hampir 40% peserta didik Taiwan mampu mencapai level tinggi dan
lanjut (advanced). Dengan keyakinan
bahwa semua anak dilahirkan sama, kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini
adalah bahwa apa yang diajarkan kepada peserta didik di Indonesia berbeda
dengan apa yang diujikan atau distandarkan di tingkat internasional.
Hasil studi internasional untuk
reading dan literacy (PIRLS) yang ditujukan untuk kelas IV SD juga menunjukkan
hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil studi untuk tingkat SMP seperti yang
dipaparkan terdahulu. Dalam hal membaca, lebih dari 95% peserta didik Indonesia
di SD kelas IV juga hanya mampu mencapai level menengah, sementara lebih dari
50% siswa Taiwan mampu mencapai level tinggi dan advance. Hal ini juga menunjukkan bahwa apa yang diajarkan di
Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan dan distandarkan pada tingkat
internasional.
Hasil analisis lebih
jauh untuk studi TIMSS dan PIRLS menunjukkan bahwa soal-soal yang digunakan
untuk mengukur kemampuan peserta didik dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
- low mengukur
kemampuan sampai level knowing
- intermediate
mengukur kemampuan sampai level applying
- high mengukur
kemampuan sampai level reasoning
- advance mengukur
kemampuan sampai level reasoning with
incomplete information.
Analisis lebih jauh untuk
membandingkan kurikulum IPA SMP kelas VIII yang ada di Indonesia dengan materi
yang terdapat di TIMSS menunjukkan bahwa terdapat beberapa topik yang
sebenarnya belum diajarkan di kelas VIII SMP (Tabel 2). Hal yang sama juga
terdapat di kurikulum matematika kelas VIII SMP di mana juga terdapat beberapa
topik yang belum diajarkan di kelas XIII. Lebih parahnya lagi, malah terdapat
beberapa topik yang sama sekali tidak terdapat di dalam kurikulum saat ini,
sehingga menyulitkan bagi peserta didik kelas VIII SMP menjawab pertanyaan yang
terdapat di dalam TIMSS.
Hal yang sama juga terjadi di
kurikulum matematika kelas IV SD pada studi internasional di mana juga terdapat
topik yang belum diajarkan pada kelas IV dan topik yang sama sekali tidak terdapat
di dalam kurikulum saat ini.
Dalam kaitan itu, perlu dilakukan
langkah penguatan materi dengan mengevaluasi ulang ruang lingkup materi yang
terdapat di dalam kurikulum dengan cara meniadakan materi yang tidak esensial
atau tidak relevan bagi peserta didik, mempertahankan materi yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, dan menambahkan materi yang dianggap penting dalam
perbandingan internasional. Di samping itu juga perlu dievaluasi ulang tingkat kedalaman materi sesuai
dengan tuntutan perbandingan internasional dan menyusun kompetensi dasar yang
sesuai dengan materi yang dibutuhkan.
Tujuan
Pendidikan nasional sebagaimana telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Secara singkatnya, undang-undang tersebut berharap pendidikan dapat
membuat peserta didk menjadi kompeten dalam bidangnya. Di mana kompeten tersebut, sejalan
dengan tujuan pendidikan nasional yang telah disampaikan di atas, harus mencakup kompetensi dalam
ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagaimana dijelaskan dalam
penjelasan pasal 35 undang-undang tersebut.
Sejalan
dengan arahan undang-undang tersebut, telah pula ditetapkan visi pendidikan
tahun 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Cerdas
yang dimaksud disini adalah cerdas komprehensif, yaitu cerdas spiritual dan
cerdas sosial/emosional dalam ranah sikap, cerdas intelektual dalam ranah
pengetahuan, serta cerdas kinestetis dalam ranah keterampilan.
Dengan demikian Kurikulum 2013 adalah dirancang dengan tujuan
untuk mempersiapkan insan Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai
pribadi dan warganegara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif
serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara dan peradaban dunia. Kurikulum
adalah instrumen pendidikan untuk dapat membawa insan Indonesia memiliki
kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sehingga dapat menjadi pribadi dan warga negara yang
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif
Kerangka dasar adalah pedoman yang
digunakan untuk mengembangkan dokumen kurikulum, implementasi kurikulum, dan
evaluasi kurikulum. Kerangka Dasar juga digunakan sebagai pedoman untuk
mengembangkan kurikulum tingkat nasional, daerah, dan KTSP.
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan ketentuan yuridis
yang mewajibkan adanya pengembangan kurikulum baru, landasan filosofis, dan
landasan empirik. Landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang dijadikan
dasar untuk pengembangan kurikulum dan yang mengharuskan adanya pengembangan
kurikulum baru. Landasan filosofis adalah landasan yang mengarahkan kurikulum
kepada manusia apa yang akan dihasilkan kurikulum. Landasan teoritik memberikan
dasar-dasar teoritik pengembangan
kurikulum sebagai dokumen dan proses. Landasan empirik memberikan arahan
berdasarkan pelaksanaan kurikulum yang sedang berlaku di lapangan.
3.
Landasan Yuridis
Landasan yuridis kurikulum adalah
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006
tentang Standar Isi. Lebih lanjut, pengembangan Kurikulum 2013 diamanatkan oleh Rencana
Pendidikan Pendidikan Menengah Nasional (RJPMN). Landasan yuridis pengembangan
Kurikulum 2013 lainnya adalah Instruksi
Presiden Republik Indonesia tahun 2010 tentang Pendidikan Karakter,
Pembelajaran Aktif dan Pendidikan
Kewirausahaan.
4.
Landasan Filosofis
Secara singkat kurikulum adalah untuk
membangun kehidupan masa kini dan masa akan datang bangsa, yang dikembangkan
dari warisan nilai dan pretasi bangsa di masa lalu, serta kemudian diwariskan
serta dikembangkan untuk kehidupan masa depan. Ketiga dimensi kehidupan bangsa,
masa lalu-masa sekarang-masa yang akan datang, menjadi landasan filosofis
pengembangan kurikulum. Pewarisan nilai dan pretasi bangsa di masa lampau
memberikan dasar bagi kehidupan bangsa dan individu sebagai anggota masyarakat,
modal yang digunakan dan dikembangkan untuk membangun kualitas kehidupan bangsa
dan individu yang diperlukan bagi kehidupan masa kini, dan keberlanjutan kehidupan bangsa dan
warganegara di amsa mendatang. Dengan tiga dimensi kehidupan tersebut kurikulum
selalu menempatkan peserta didik dalam lingkungan sosial-budayanya, mengembangkan
kehidupan individu peserta didik sebagai warganegara yang tidak kehilangan
kepribadian dan kualitas untuk kehidupan masa kini yang lebih baik, dan
membangun kehidupan masa depan yang lebih baik lagi.
5.
Landasan Empiris
Pada saat ini perekonomian Indonesia
terus tumbuh di tengah bayang-bayang resesi dunia. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia dari 2005 sampai dengan 2008 berturut-turut 5,7%, 5,5%, 6,3%, 2008: 6,4% (www.presidenri.go.id/index.php/indikator).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan ekonomi negara – negara ASEAN sebesar 6,5 – 6,9 % (Agus D.W.
Martowardojo, dalam Rapat Paripurna DPR, 31/05/2012). Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus
dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif, ulet, jujur, dan mandiri, sangat diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di
masa depan. Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul karena hasil seleksi
alam, namun karena hasil gemblengan pada tiap jenjang satuan pendidikan dengan
kurikulum sebagai pengarahnya.
Sebagai negara bangsa yang besar dari
segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan beragamnya kemajuan
pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun ancaman
disintegrasi bangsa masih tetap ada. Maka, kurikulum harus mampu membentuk
manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat
untuk memajukan jatidiri sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kebutuhan
untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia.
Dewasa ini, kecenderungan
menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering
muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda, misalnya
pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa
kekerasan tersebut berhulu dari kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan
tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah
implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan
keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang
menantang peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu direorientasi dan
direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran yang dapat
menjawab kebutuhan ini.
Berbagai elemen masyarakat telah
memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan dengan beban belajar siswa,
khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan secara kasatmata
terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Beban belajar
ini salah satunya berhulu dari banyaknya matapelajaran yang ada di tingkat
sekolah dasar. Maka, kurikulum pada tingkat sekolah dasar perlu diarahkan
kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung, dan
pembentukan karakter.
Berbagai kasus yang berkaitan dengan
penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk masih adanya kecurangan di dalam
Ujian Nasional menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan budaya jujur dan
antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Maka,
kurikulum harus mampu memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kejujuran pada
peserta didik.
Pada saat ini, upaya pemenuhan
kebutuhan manusia telah secara nyata mempengaruhi secara negatif lingkungan
alam. Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air bersih adanya potensi rawan
pangan pada berbagai beahan dunia, dan pemanasan global merupakan tantangan
yang harus dihadapi generasi muda di masa kini dan di masa yang akan datang.
Kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian
generasi muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk
merumuskan pemecahan masalah secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan
ketahanan pangan.
Dengan berbagai kemajuan yang telah
dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil riset PISA (Program
for International Student Assessment), studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan
IPAmenunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah
dari 65 negara. Hasil Riset TIMSS (Trends
in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia
berada pada rangking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang
komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat,
prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil-hasil ini
menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum, dengan tidak membebani
peserta didik dengan konten namun pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan
semua warga negara untuk berperanserta dalam membangun negaranya pada abad 21.
6.
Landasan Teoritik
Kurikulum 2013 dikembangkan atas
dasar teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi.
Pendidikan berdasarkan standar adalah
pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal
warganegara untuk suatu jenjang pendidikan. Standar bukan kurikulum
dan kurikulum dikembangkan agar peserta didik mampu mencapai kualitas
standar nasional atau di atasnya. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai
Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA,
SMK/MAK.
Kompetensi adalah kemampuan sesorang
untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan ketrampilan untuk melaksanakan
suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana yang bersangkutan
berinteraksi. Kurikulum berbasis
kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi
peserta didik untuk mengembangkan sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk membangun kemampuan yang dirumuskan dalam SKL. Hasil dari
pengalaman belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang
menggambarkan manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam SKL.
Kurikulum
2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah
outcomes-based curriculum dan oleh
karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang
dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum
diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum dartikan sebagai
pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh
peserta didik.
Kompetensi
untuk Kurikulum 2013 dirancang sebagai berikut:
1.
Isi
atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti
(KI) kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.
2.
Kompetensi
Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek
sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti adalah kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk
setiap kelas melalui pembelajaran KD yang diorganisasikan dalam proses
pembelajaran siswa aktif.
3.
Kompetensi
Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema
untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA,
SMK/MAK.
4.
Kompetensi
Inti dan Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah diutamakan pada ranah
sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah pada kemampuan intelektual (kemampuan
kognitif tinggi).
5.
Kompetensi
Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi Dasar
yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi
dalam Kompetensi Inti.
6.
Kompetensi
Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
7.
Silabus
dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD/MI) atau satu kelas
dan satu mata pelajaran (SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK). Dalam silabus tercantum
seluruh KD untuk tema atau mata pelajaran di kelas tersebut.
8.
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran
dan kelas tersebut.
Proses
pembelajaran Kurikulum 2013 terdiri atas pembelajaran intra-kurikuler dan
pembelajaran ekstra-kurikuler.
1.
Pembelajaran
intra kurikuler didasarkan pada prinsip berikut:
a. Proses pembelajaran intra-kurikuler
adalah proses pembelajaran yang berkenaan dengan mata pelajaran dalam struktur
kurikulum dan dilakukan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
b. Proses pembelajaran di SD/MI
berdasarkan tema sedangkan di SMP/MTS, SMA/MA, dan SMK/MAK berdasarkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran yang dikembangkan guru.
c. Proses pembelajaran didasarkan atas
prinsip pembelajaran siswa aktif untuk menguasai Kompetensi Dasar dan
Kompetensi Inti pada tingkat yang
memuaskan (excepted).
d. Proses pembelajaran dikembangkan atas
dasar karakteristik konten kompetensi yaitu pengetahuan yang merupakan konten yang bersifat mastery dan diajarkan secara langsung (direct teaching), ketrampilan kognitif dan psikomotorik adalah
konten yang bersifat developmental
yang dapat dilatih (trainable) dan
diajarkan secara langsung (direct
teaching), sedangkan sikap adalah konten developmental dan dikembangkan
melalui proses pendidikan yang tidak langsung (indirect teaching).
e. Pembelajaran kompetensi untuk konten
yang bersifat developmentaldilaksanakan
berkesinambungan antara satu pertemuan dengan pertemuan lainnya, dan saling memperkuat antara satu mata
pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
f. Proses pembelajaran tidak langsung (indirect) terjadi pada setiap kegiatan
belajar yang terjadi di kelas, sekolah, rumah dan masyarakat. Proses
pembelajaran tidak langsung bukan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) karena sikap yang dikembangkan dalam proses
pembelajaran tidak langsung harus tercantum dalam silabus, dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat guru.
g. Proses pembelajaran dikembangkan atas
prinsip pembelajaran siswa aktif melalui kegiatan mengamati (melihat, membaca,
mendengar, menyimak), menanya (lisan, tulis), menganalis (menghubungkan,
menentukan keterkaitan, membangun cerita/konsep), mengkomunikasi-kan (lisan,
tulis, gambar, grafik, tabel, chart, dan lain-lain).
h. Pembelajaran remedial dilaksanakan
untuk membantu peserta didik menguasai kompetensi yang masih kurang.
Pembelajaran remedial dirancang dan dilaksanakan berdasarkan kelemahan yang
ditemukan berdasarkan analisis hasil tes, ulangan, dan tugas setiap peserta
didik. Pembelajaran remedial dirancang untuk individu, kelompok atau kelas
sesuai dengan hasil analisis jawaban peserta didik.
i. Penilaian hasil belajar mencakup
seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti dengan
pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat
memuaskan.
2. Pembelajaran ekstrakurikuler
Pembelajaran ekstrakurikuler adalah
kegiatan yang dilakukan untuk aktivitas yang dirancang sebagai kegiatan di luar
kegiatan pembelajaran terjadwal secara rutin setiap minggu. Kegiatan
ekstra-kurikuler terdiri atas kegiatan wajib dan pilihan. Pramuka adalah
kegiatan ekstrakurikuler wajib.
Kegiatan ekstrakurikuler wajib
dinilai yang hasilnya digunakan sebagai unsur pendukung kegiatan
intrakurikuler.
Pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip
berikut:
1.
Kurikulum
bukan hanya merupakan sekumpulan daftar mata pelajaran karena mata pelajaran
hanya merupakan sumber materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi.
2.
Kurikulum
didasarkan pada standar kompetensi lulusan yang ditetapkan untuk satu satuan
pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan kebijakan
Pemerintah mengenai Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi Lulusan yang
menjadi dasar pengembangan kurikulum adalah kemampuan yang harus dimiliki
peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan selama 12 tahun.
3.
Kurikulum
didasarkan pada model kurikulum berbasis kompetensi. Model kurikulum berbasis
kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan,
ketrampilan berpikir, ketrampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata
pelajaran.
4.
Kurikulum
didasarkan atas prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kompetensi Dasar dapat dipelajari dan
dikuasai setiap peserta didik (mastery
learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.
5.
Kurikulum
dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat.
6.
Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum
dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik berada pada posisi sentral dan aktif dalam belajar.
7.
Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni.
8.
Kurikulum harus relevan
dengan kebutuhan kehidupan.
9.
Kurikulum
harus diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
10.
Kurikulum didasarkan kepada
kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
11.
Penilaian
hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat untuk mengetahui kekurangan yang
dimiliki setiap peserta didik atau sekelompok peserta didik. Kekurangan
tersebut harus segera diikuti dengan proses memperbaiki kekurangan dalam aspek
hasil belajar yang dimiliki seorang atau sekelompok peserta didik.
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten
kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam
kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban
belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa.
Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian
konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem
pembelajaran. Pengorganisasian konten
dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah
sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem
pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu
untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD/MI kelas I, II,
dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI
masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/MI adalah 35 menit.
Struktur Kurikulum SD/MI adalah sebagai berikut:
MATA
PELAJARAN
|
ALOKASI
WAKTU BELAJAR
PER
MINGGU
|
||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
||
Kelompok A
|
|||||||
1.
|
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
|
5
|
6
|
6
|
4
|
4
|
4
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
8
|
8
|
10
|
7
|
7
|
7
|
4.
|
Matematika
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
Kelompok B
|
|||||||
1.
|
Seni Budaya dan Prakarya
|
4
|
4
|
4
|
5
|
5
|
5
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan
Kesehatan
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Jumlah
Alokasi Waktu Per Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|
Keterangan:
Mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya dapat Bahasa Daerah.
Integrasi Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada
keterdekatan makna dari konten Kompetensi Dasar IPA dan IPS dengan konten
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
yang berlaku untuk kelas I, II, dan III. Sedangkan untuk kelas IV, V dan VI,
Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri sendiri dan kemudian diintegrasikan ke dalam
tema-tema yang ada untuk kelas IV, V dan VI.
Dalam struktur kurikulum SMP/MTs ada penambahan jam belajar
per minggu dari semula 32, 32, dan 32 menjadi 38, 38 dan 38 untuk masing-masing
kelas VII, VIII, dan IX. Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar di
SMP/MTs tetap yaitu 40 menit.
Struktur Kurikulum SMP/MTS adalah sebagai berikut:
MATA
PELAJARAN
|
ALOKASI
WAKTU BELAJAR PER MINGGU
|
|||
VII
|
VIII
|
IX
|
||
Kelompok A
|
||||
1.
|
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
6
|
6
|
6
|
4.
|
Matematika
|
5
|
5
|
5
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
5
|
5
|
5
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
4
|
4
|
4
|
7.
|
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
Kelompok B
|
||||
1.
|
Seni Budaya
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan
Kesehatan
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Prakarya
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah
Alokasi Waktu Per Minggu
|
38
|
38
|
38
|
Mata pelajaran Seni Budaya dapat memuat Bahasa Daerah.
IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science dan integrative social studies, bukan
sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan berorientasi
aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu,
dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial
dan alam. Disamping itu, tujuan pendidikan IPS menekankan pada pengetahuan
tentang bangsanya, semangat kebangsaan, patriotisme, serta aktivitas masyarakat
di bidang ekonomi dalam ruang atau space
wilayah NKRI. IPA juga ditujukan untuk pengenalan lingkungan biologi dan alam
sekitarnya, serta pengenalan berbagai keunggulan wilayah nusantara.
Seni Budaya terdiri atas empat aspek, yakni seni rupa, seni
musik, seni tari, dan seni teater. Masing-masing aspek diajarkan secara
terpisah dan setiap satuan pendidikan dapat memilih aspek yang diajarkan sesuai
dengan kemampuan (guru dan fasilitas) pada satuan pendidikan itu.
Prakarya terdiri atas empat aspek, yakni kerajinan, rekayasa,
budidaya, dan pengolahan. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan
setiap satuan pendidikan menyelenggarakan pembelajaran prakarya paling sedikit
dua aspek prakarya sesuai dengan kemampuan dan potensi daerah pada satuan
pendidikan itu.
Struktur kurikulum SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas:
- Kelompok mata pelajaran wajib yang
diikuti oleh seluruh peserta didik
-
Kelompok
mata pelajaran peminatan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya.
Adanya kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran
peminatan dimaksudkan untuk menerapkan prinsip kesamaan antara SMA/MA dan
SMK/MAK. Mata pelajaran wajib sebanyak 9 (sembilan) mata pelajaran dengan beban
belajar 24 jam per minggu. Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/MA terdiri
atas 18 jam per minggu untuk kelas X, dan 20 jam per minggu untuk kelas XI dan
XII. Kelompok mata pelajaran peminatan SMK/MAK masing-masing 24 jam per kelas.
Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/MA bersifat akademik, sedangkan untuk
SMK/MAK bersifat vokasional. Struktur ini menempatkan prinsip bahwa peserta
didik adalah subjek dalam belajar dan mereka memiliki hak untuk memilih sesuai
dengan minatnya.
1. Struktur Kurikulum Pendidikan
Menengah
Struktur Kurikulum Pendidikan
Menengah adalah sebagaimana yang tertera di dalam tabel berikut ini:
Struktur Kurikulum Pendidikan
Menengah kelompok mata pelajaran wajib:
MATA
PELAJARAN
|
ALOKASI
WAKTU BELAJAR
PER
MINGGU
|
|||
X
|
XI
|
XII
|
||
Kelompok A
(Wajib)
|
||||
1.
|
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
4.
|
Matematika
|
4
|
4
|
4
|
5.
|
Sejarah Indonesia
|
2
|
2
|
2
|
6.
|
Bahasa Inggris
|
2
|
2
|
2
|
Kelompok B
(Wajib)
|
||||
7.
|
Seni Budaya
|
2
|
2
|
2
|
8.
|
Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan
Kesehatan
|
3
|
3
|
3
|
9.
|
Prakarya dan Kewirausahaan
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah Jam Pelajaran Kelompok A dan B
per minggu
|
24
|
24
|
24
|
|
Kelompok C
(Peminatan)
|
||||
Mata Pelajaran Peminatan Akademik
(SMA/MA)
|
18
|
20
|
20
|
|
Jumlah
Jam Pelajaran yang Harus Ditempuh per Minggu
|
42
|
44
|
44
|
Beban belajar di SMA/MA untuk Tahun
X, XI, dan XII masing-masing 43 jam belajar per minggu. Satu jam belajar adalah
45 menit.
2. Struktur Kurikulum SMA/MA
MATA PELAJARAN
|
Kelas
|
||||
X
|
XI
|
XII
|
|||
Kelompok
A dan B (Wajib)
|
24
|
24
|
24
|
||
C.
Kelompok Peminatan
|
|||||
Peminatan Matematika dan Ilmu-Ilmu
Alam
|
|||||
I
|
1
|
Matematika
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Biologi
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Fisika
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Kimia
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial
|
|||||
II
|
1
|
Geografi
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Sejarah
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Sosiologi
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Ekonomi
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan Ilmu-Ilmu Bahasa dan Budaya
|
|||||
III
|
1
|
Bahasa dan Sastra Indonesia
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Bahasa dan Sastra Inggris
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Bahasa dan Sastra Asing Lainnya
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
|
Mata Pelajaran Pilihan dan Pendalaman
|
|||||
Pilihan Lintas Minat dan/atau
Pendalaman Minat
|
6
|
4
|
4
|
||
Jumlah jam pelajaran yang tersedia per
minggu
|
66
|
76
|
76
|
||
Jumlah jam pelajaran yang harus
ditempuh per minggu
|
42
|
44
|
44
|
Kelompok Peminatan terdiri atas
Peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu Alam, Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, dan
Peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan Budaya. Sejak kelas X peserta didik sudah harus
memilih kelompok peminatan yang akan dimasuki. Pemilihan peminatan berdasarkan
nilai rapor di SMP/MTsdan/atau nilai UN SMP/MTs dan/atau rekomendasi guru BK di
SMP/MTs dan/atau hasil tes penempatan (placement
test) ketika mendaftar di SMA/MA dan/atau tes bakat minat oleh psikolog
dan/atau rekomendasi guru BK di SMA/MA. Pada akhir minggu ketiga semester
pertama peserta didik masih mungkin mengubah pilihan peminatannya berdasarkan
rekomendasi para guru dan ketersediaan tempat duduk. Untuk sekolah yang mampu
menyediakan layanan khusus maka setelah akhir semester pertama peserta didik
masih mungkin mengubah pilihan peminatannya. Untuk MA, selain ketiga peminatan
tersebut ditambah dengan Kelompok Peminatan Keagamaan.
Semua mata pelajaran yang terdapat
dalam suatu Kelompok Peminatan yang dipilih peserta didik harus diikuti. Setiap Kelompok Peminatan
terdiri atas 4 (empat) mata pelajaran dan masing-masing mata pelajaran
berdurasi 3 jampelajaran untuk kelas X, dan 4 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII.
Setiap peserta didik memiliki beban
belajar per semester selama 42 jam pelajaran untuk kelas X dan 44 jam pelajaran
untuk kelas XI dan XII. Beban belajar ini terdiri atas Kelompok Mata Pelajaran
Wajib A dan B dengan durasi 24 jam pelajaran dan Kelompok Mata Pelajaran
Peminatan dengan durasi 12 jam pelajaran untuk kelas X dan 16 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII.
Untuk Mata Pelajaran Pilihan Lintas
Minat dan/atau Pendalaman Minat kelas X, jumlah jam pelajaran pilihan per
minggu berdurasi 6 jam pelajaran yang dapat diambil dengan pilihan sebagai
berikut:
1)
Dua mata pelajaran di luar Kelompok Peminatan yang
dipilihnya tetapi masih dalam satu Kelompok Peminatan lainnya, dan/atau
2) Satu mata pelajaran dari
masing-masing Kelompok Peminatan yang
lainnya.
Sedangkan pada kelas XI dan XII,
peserta didik mengambil Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat dengan
jumlah jam pelajaran pilihan per minggu berdurasi 4 jam pelajaran yang dapat
diambil dengan pilihan sebagai berikut:
a.
Satu
mata pelajaran di luar Kelompok Peminatan yang dipilihnya tetapi masih dalam
Kelompok Peminatan lainnya, dan/atau
b.
Mata
pelajaran Pendalaman Kelompok Peminatan yang dipilihnya.
A. IMPLEMENTASI
1.
Pengembangan
Kurikulum 2013 pada Satuan Pendidikan
Pengembangan
Kurikulum 2013 dilakukan atas prinsip:
a.
bahwa
sekolah adalah satu kesatuan lembaga pendidikan dan kurikulum adalah kurikulum
satuan pendidikan, bukan daftar mata pelajaran
b.
Guru
di satu satuan pendidikan adalah satu satuan pendidik (community of educators),
mengembangkan kurikulum secara bersama-sama.
c.
Pengembangan
kurikulum di jenjang satuan pendidikan dipimpin langsung oleh kepala sekolah
d.
Pelaksanaan
implementasi kurikulum di satuan pendidikan dievaluasi oleh kepala sekolah.
2.
Manajemen
Implementasi
a.
Implementasi
kurikulum adalah usaha bersama antara Pemerintah dengan pemerintah propinsi dan
pemerintah daerah kabupaten/kota.
b.
Pemerintah
bertangungjawab dalam mempersiapkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan
kurikulum.
c.
Pemerintah
bertanggungjawab dalam melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum secara
nasional.
d.
Pemerintah
propinsi bertanggungjawab dalam melakukan supervisi dan evaluasi terhadap
pelaksanaan kurikulum di propinsi terkait.
e.
Pemerintah
kabupaten/kota bertanggungjawab dalam memberikan bantuan profesional kepada
guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan kurikulum di kabupaten/kota terkait.
3.
Stategi
Implementasi Kurikulum terdiri atas:
a.
Pelaksanaan
kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:
- Juli 2013: Kelas I, IV terbatas pada
sejumlah SD/MI (30%), dan seluruh VII (SMP/MTs), dan X (SMA/MA, SMK/MAK). Ini
adalah tahun pertama implementasi dan dilakukan di seluruh wilayah NKRI. Untuk
SD akan dipilih 30% SD dari setiap kabupaten/kota di setiap propinsi.
- Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII,
VIII, X, dan XI: tahun 2014 adalah tahun kedua implementasi. Seperti tahun
pertama maka SD akan dipilih sebanyak 30% sehingga secara keseluruhan
implementasi kurikulum pada tahun kedua sudah mencakup 60% SD di seluruh
wilayah NKRI. Pada tahun kedua ini, hanya kelas terakhir SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK yang belum melaksanakan kurikulum.
- Juli 2015: seluruh kelas dan seluruh
sekolah SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK telah melaksanakan sepenuhnya Kurikulum
2013.
b.
Pelatihan
Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas, dari tahun 2013 – 2016. Pelatihan guru,
kepala sekolah dan pengawas adalah untuk guru, kepala sekolah yang akan
melaksanakan Kurikulum 2013 dan dilakukan sebelum Kurikulum 2013
diimplementasikan. Prinsip ini menjadi prinsip utama implementasi dimana guru,
kepala sekolah dan pengawas di wilayah sekolah terkait yang akan
mengimplemntasikan kurikulum adalah mereka yang sudah terlatih. Dengan
demikian, ketika Kurikulum 2013 akan diimplementasikan pada tahun pembelajaran
2015-2016, seluruh guru, kepala sekolah dan pengawas di seluruh Indonesia sudah
mendapatkan pelatihan untuk melaksanakan kurikulum.
c.
Pengembangan
buku babon, dari tahun 2013 – 2016. Sejalan dengan strategi implementasi, penulisan dan
percetakan serta distribusi buku babon akan seluruhnya selesai pada awal tahun
terakhir implementasi kurikulum atau sebelumnya. Pada prinsipnya ketika
implementasi Kurikulum 2013 memasuki tahun 2015-2016 seluruh buku babon sudah
teredia di setiap sekolah.
Buku babon
terdiri atas buku untuk peserta didik dan buku untuk guru. Isi buku babon guru
adalah sama dengan buku babon peserta didik dengan tambahan strategi pembelajaran
dan penilaian hasil belajar. Sedangkan pedoman pembelajaran dan penilaian hasil
belajara secara rinci tercantum dalam buku pedoman pembelajaran dan penilaian.
d.
Pengembangan
manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah
(budaya kerja guru) terutama untuk SMA/MA dan SMK/MAK, dimulai dari bulan
Januari – Desember 2013. Implementasi Kurikulum 2013 mensyaratkan penataan
administrasi, manajemen, kepemimpinan dan budaya kerja guru yang baru. Oleh
karena itu dalam persiapan implementasi Kurikulum 2013, pelatihan juga
berkenaan dengan tata kerja baru para guru dan kepemimpinan kepala
sekolah.Dengan penerapan pelatihan ini maka implementasi Kurikulum tidak hanya
berkenaan dengan upaya realisasi ide dan rancangan kurikulum tetapi juga
pembenahan pada pelaksanaan pendidikan di satuan pendidikan.
e.
Pendampingan
dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah
implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013 – 2016. Strategi implementasi
Kurikulum 2013 menghindari pelatihan yang dinamakan one-shot training sebagai
strategi implementasi mengingat kelemahan strategi tersebut. Pleatihan yang
dilakukan untuk para guru, kepala sekolah, dan pengawas akan diikuti dengan
monitoring dan evaluasi sepanjang pelaksanaan paling tidak dari tahun pertama
sampai tahun ketiga implementasi. Pada akhir tahun ketiga implementasi
diharapkan permasalahan yang dihadapi para pelaksana sudah tidak lagi merupakan
masalah mendasar dan kurikulum sudah dapat dilaksanakan sebagaimana seharusnya.
Permasalahan lapangan yang muncul adalah yang dapat diselesaikan oleh
kolaborasi guru, kepala sekolah dan pengawas di bawah supervisi dinas
pendidikan kabupaten/kota.
10. EVALUASI KURIKULUM
Evaluasi
Kurikulum dilaksanakan selama masa pengembangan ide (deliberation process), pengembangan desain dan dokumen kurikulum,
dan selama masa implementasi kurikulum. Evaluasi dalam deliberation process menghasilkan penyempurnaan dalam Kompetensi
Inti yang dijadikan organising element
dalam mengikat Kompetensi dasar mata pelajaran.
Pelaksanaan evaluasi implementasi kurikulum
dilaksanakan sebagai berikut:
1.
Sampai
tahun pelajaran 2015-2016: untuk memperbaiki berbagai kesulitan pelaksanaan
kurikulum.
2.
Sampai
tahun pelajaran 2016 secara menyeluruh untuk menentukan efektivitas, kelayakan,
kekuatan, dan kelemahan implementasi kurikulum.
Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum (implementasi
kurikulum) diselenggarakan dengan tujuan untuk mengidentifikai masalah
pelaksanaan kurikulum dan membantu kepala sekolah dan guru menyelesaikan
masalah tersebut. Evaluasi dilakukan pada setiap satuan pendidikan dan
dilaksanakan pada satuan pendidikan di wilayah kota/kabupaten secara rutin dan
bergiliran.
Hasil
evaluasi dilakukan sebagai bahan untuk memperbaiki kelemahan kurikulum agar
lebih efektif lagi di masa yang akan datang.
Tags:
FGI
terima kasih atas ilmunya