Contoh Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) IPA SMP

LAPORAN PTK  ATAU PENELITIAN TINDAKAN KELAS IPA SMP


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri  dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.


IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.  Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan.  Di tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi,  dan masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.  

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan dengan menggunakan metode  Pemecahan Masalah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. 

Dalam kenyataannya, proses belajar mengajar di SMPN 2 Munjul saat ini masih cenderung menggunakan metode tradisional, aktivitas pembelajaran masih didominasi oleh metode ceramah, sehingga hasil belajar siswa secara umum masih rendah. Berdasarkan data,  masih banyak siswa Kelas VIIA  yang belum mampu mencapai nilai yang dipersyaratkan, yaitu nilai 60. Siswa Kelas VIIA  SMPN 2 Munjul dinyatakan telah tuntas belajar Ilmu Pengetahuan Alam apabila siswa mampu mencapai nilai 60.

Melihat kenyataan ini, saya selaku guru di SMPN 2 Munjul berupaya meningkatkan  hasil belajar siswa dengan mengoptimalkan aktivitas pembelajaran,  membuat alat peraga murah, dan mendesain skenario pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar, misalnya dengan menerapkan  Metode belajar aktif, yaitu sebuah Metode pembelajaran yang penulis  peroleh pada waktu pelatihan Ilmu Pengetahuan Alam dalam kegiatan MGMP. 

Untuk memecahkan masalah tersebut, penulis berupaya dengan berbagai cara, salah satunya dengan mencoba menerapkan Metode Pemecahan Masalah . Melalui metode ini, penulis berharap aktivitas  dan hasil belajar siswa  dapat meningkat dengan signifikan. 
    Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan kita dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran IPA yang berorientasi target penguasaan materi IPA, seperti menghapal definisi atau pengertian-pengertian terbukti berhasil dalam  kompetisi jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan hidup. 
    Melihat kenyataan ini, penulis beranggapan bahwa penerapan Metode Pemecahan Masalah  dalam pembelajaran IPA dapat  memecahkan permasalahan yang dialami para guru dan siswa pada mata  pelajaran IPA di Sekolah Dasar. Sehingga, sekarang ini penerapan metode Pemecahan Masalah  dalam mata pelajaran IPA menjadi tumpuan harapan para guru dalam upaya  menghidupkan aktivitas siswa  dalam pembelajaran secara maksimal. Sehingga, Pelajaran IPA tidak lagi dianggap sebagai mata pelajaran yang sama dengan  pelajaran sastra  yang sarat dengan hapalan-hapalan.
    Ada beberapa alasan mengapa Metode Pemecahan Masalah  dikembangkan sekarang ini, diantaranya:   (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi,  (2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba, (3) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.
    Dengan penerapan metode pemecahan masalah diharapkan pembelajaran akan lebih bermakna, menarik dan memuncukan kreativitas  bagi siswa karena Metode pemecahan masalah dapat dikatakan sebagai muara dalam belajar IPA, sebab berbagai aspek (kognitif, afektif, dan psikomotor) terlibat di dalamnya. Misalnya, jika kita sedang menghadapi permasalahan dengan meneliti fenomena alam, maka siswa akan berupaya untuk mencari penyebab mengapa hal itu bisa terjadi dengan menggunakan metode ilmiah yang dipahaminya. Di pihak lain kita dituntut untuk menerima permasalahan sebagai suatu tantangan yang harus dicarikan solusinya, dan akhirnya kita harus mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pemecahan masalah dalam bentuk perbuatan nyata.
 Strategi pembelajaran dalam bidang studi IPA dengan menggunakan metode Pemecahan Masalah lebih mementingkan proses  daripada hasil belajar. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks ini siswa harus mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana cara mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari akan sangat berguna bagi kehidupannya nanti. Dengan begitu mereka akan memposisikan sebagai dirinya sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya untuk mencapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing bukan sekedar sebagai pengajar atau pentransfer ilmu pengetahuan belaka.
    Berdasarkan  permasalahan di atas, perlu dilakukan  penelitian terhadap upaya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa  dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dengan menggunakan metode eksperimen. Oleh karena itu, penulis menetapkan judul penelitian “Penerapan Metode Eskperimen Sebagai Upaya Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa IPA pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  di Kelas VIIA  SMPN 2 Munjul ”.

B. Identifikasi Masalah
    Identifikasi masalah dalam penelitian ini, di antaranya :
1) Apakah metode ekaperimen sesuai untuk digunakan pada mata pelajaran IPA dalam Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup ?.
2) Bagaimanakan cara menerapkan metode eksperiman pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dalam mata pelajaran IPA?.
3) Apakah penerapan metode Pemecahan Masalah pada mata pelajaran IPA dalam Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dapat meningkatkan aktivitas siswa?.
 4) Apakah metode Pemecahan Masalah  sesuai digunakan dalam Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  pada mata pelajaran IPA dibanding dengan metode yang lain ?.
5) Apakah penerapan metode Pemecahan Masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup?.
6) Bagaimanakah hasil belajar siswa pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dalam mata pelajaran IPA dengan menggunakan metode eksperimen?
7) Bagaimanakah kesesuaian metode ekserimen pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dalam mata pelajaran IPA?.
8) Apakah terdapat peningkatan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dalam mata pelajaran IPA dengan penggunaan metode Pemecahan Masalah ?.
9) Apakah terdapat peningkatan hasil belajar siswa   siswa pada pembelajaran Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dalam mata pelajaran IPA dengan penggunaan metode Pemecahan Masalah ?.

C. Batasan Masalah
        Berdasarkan maslah-masal yang terdapat pada identifikasi masalah, maka perlu kiranya ada pembatasan masalah. Adapaun pembatasan masalah dalam penelitian ini, antara lain :
1)    Penerapan metode Pemecahan Masalah pada mata pelajaran IPA dalam Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dapat meningkatkan aktivitas siswa.
2)    Penerapan metode Pemecahan Masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup .

C. Rumusan Masalah
Masalah yang dijadikan fokus penelitian  harus dirumuskan secara jelas dan operasional, sehingga nampak jelas ruang lingkupnya. Rumusan masalah dalam penelitian ini penulis rumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1)    Apakah penerapan metode Pemecahan Masalah pada mata pelajaran IPA dalam Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dapat meningkatkan aktivitas siswa?
2)    Apakah penerapan metode Pemecahan Masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup.

D. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan penelitian yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Demikian pula dengan penelitian ini. Tujuan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
1)    Untuk mengetahui bahwa metode Pemecahan Masalah pada pembelajaran IPA  dalam Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dapat meningkatkan aktivitas siswa; 
2)    Untuk mengetahui penerapan metode Pemecahan Masalah dalam pembelajaran IPA Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

E. Manfaat Penelitian
    Segala sesuatu  kegiatan yang dilakukan tentu mempunyai manfaat yang dapat diambil. Demikian pula dengan penelitian ini. Manfaat bermanfaat bagi peneliti, siswa, guru dan lembaga.
1)    Manfaat bagi peneliti, hasil penelitian ini menambah wawasan dan disiplin ilmu pada umumnya dan penerapan Metode Pemecahan Masalah  pada pembelajaran IPA  khususnya;
2)    Manfaat bagi siswa, hasil penelitian ini memudahkan siswa dalam menerima materi pelajaran;
3)    Manfaat bagi guru untuk menambah wawasan dan disiplin ilmu terutama dalam merancang dan memilih Metode pembelajaran yang dapat mengotimalkan potensi, kompetensi dan kreativitas  yang dimiliki siswa;
4)    Sebagai bahan masukan yang positif dalam pembinaan profesi guru dengan mempertimbangkan tingkat kreativitas guru dalam merancang sistem pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA
     A. Pembelajaran IPA 
1.    Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri  dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)  di SMP/MTs, meliputi mata pelajaran fisika, bumi antariksa, biologi, dan kimia yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu anak untuk memahami fenomena alam. Ilmu Pengetahuan Alam  merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dan segala isinya. 

Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA  sebagai  “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.

Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA  meliputi empat unsur utama yaitu:
(1)    sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, mahluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru  yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA  bersifat open ended;
(2)    proses: prosedur pemecahan masalah  melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan;
(3)    produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum;
(4)    aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. 
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA  yang utuh yang  sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Dalam proses pembelajaran IPA  keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Kecenderungan pembelajaran IPA   pada masa kini adalah peserta didik hanya mempelajari IPA  sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Akibatnya IPA  sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran.

Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered,  guru hanya menyampaikan IPA  sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual. Peserta didik hanya mempelajari IPA  pada domain kognitif yang terendah. Peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak peserta didik yang cenderung menjadi malas berpikir secara mandiri. Cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif  dan psikomotor.  Alasan yang sering dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah peserta didik per kelas yang terlalu banyak.

Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA  dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, diperlukan cara pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk melek IPA  dan teknologi, mampu berpikir logis, kritis, kreatif, serta dapat berargumentasi secara benar. Dalam kenyataan, memang tidak banyak peserta didik yang menyukai mata pelajaran IPA, karena dianggap sukar, keterbatasan kemampuan peserta didik,  atau karena mereka tak berminat menjadi ilmuwan atau ahli teknologi. Namun demikian, mereka tetap berharap agar pembelajaran IPA  di sekolah dapat disajikan secara menarik, efisien, dan efektif.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan dicapai peserta didik yang dituangkan dalam empat aspek yaitu, makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta.

Indikator pencapaian kompetensi dikembangkan oleh sekolah, disesuaikan dengan lingkungan setempat, dan media serta lingkungan belajar yang ada di sekolah. Semua ini ditujukan agar guru dapat lebih aktif, kreatif, dan melakukan inovasi dalam pembelajaran tanpa meninggalkan isi kurikulum.

Melalui pembelajaran IPA terpadu, diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah. 


2.    Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi.  Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah.  Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon) yang meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen.

Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik dengan teori  melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah.  Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.  Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry skills” yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan, mengklasifikasikan,  mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya.  Melalui keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain.  

     Oleh karena itu pembelajaran IPA  di sekolah sebaiknya: (1) memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis, (2)  menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, (3) latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam,  (4) memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab berbagai masalah. 


3.    Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu

Tujuan pembelajaran IPA Terpadu adalah sebagai berikut.

a)    Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai peserta didik masih dalam lingkup disiplin ilmu fisika, kimia, dan biologi. Banyak ahli yang menyatakan pembelajaran IPA  yang disajikan secara disiplin keilmuan dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun, karena anak pada usia ini masih dalam transisi dari tingkat berpikir operasional konkret ke berpikir abstrak. Lagi pula, anak melihat dunia sekitarnya masih secara holistik. Atas dasar itu, pembelajaran IPA  hendaknya disajikan dalam bentuk yang utuh dan tidak parsial. Di samping itu pembelajaran yang disajikan terpisah-pisah dalam fisika, biologi, kimia, dan bumi-alam semesta memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan, sehingga membutuhkan waktu dan energi yang lebih banyak, serta membosankan bagi peserta didik. Bila konsep yang tumpang tindih dan pengulangan dapat dipadukan, maka pembelajaran akan lebih efisien dan efektif.
Keterpaduan mata pelajaran dapat mendorong guru untuk mengembangkan kreativitas tinggi karena adanya tuntutan untuk memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi yang lain. Guru dituntut memiliki kecermatan, kemampuan analitik, dan kemampuan kategorik agar dapat memahami keterkaitan atau kesamaan materi maupun metodologi.

b)    Meningkatkan minat dan motivasi
Pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan situasi pembelajaan yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai dengan harapan dan kemampuan guru, serta kebutuhan dan kesiapan peserta didik. Dalam hal ini, pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang disampaikan.

Pembelajaran IPA Terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan atau hubungan antara konsep pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dalam tema tersebut.  Dengan model pembelajaran yang terpadu dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari, peserta didik digiring untuk berpikir luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh, sistemik, dan analitik. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar bila mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya.

c)    Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus
Model pembelajaran IPA  terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan sarana, serta biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karena adanya proses pemaduan dan penyatuan sejumlah standar kompetensi, kompetensi dasar, dan langkah pembelajaran yang dipandang memiliki kesamaan atau keterkaitan.


     B. Metode Pemecahan Masalah 
    Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar.
    Dalam kenyataan, cara atau metode mengajar atau teknik penyajian yang digunakan guru untuk menyampaikan informasi atau massage lisan kepada siswa berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan serta sikap. Metode yang digunakan untuk memotivasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi ataupun untuk menjawab suatu pertanyaan akan berbeda dengan metode yang digunakan untuk tujuan agar siswa mampu berpikir dan mengemukakan pendapatnya sendiri di dalam menghadapi segala persoalan.
    Metode pemecahan masalah digunakan dalam pembelajaran yang membutuhkan jawaban atau pemecahan masalah.  Sebagai metode mengajar, metode pemecahan masalah sangat baik bagi pembinaan sikap ilmiah pada siswa. Dengan metode ini, para siswa belajar memecahkan suatu masalah menurut prosedur kerja ilmiah.

          1. Pengertian Metode Pemecahan Masalah
    Menurut Nahrowi Adjie dan Maulana, (2006 : 37) pembelajaran pemecahan masalah IPA dapat dikatakan sebagai muara dalam belajar IPA, sebab berbagai aspek (kognitif, afektif, dan psikomotor) terlibat di dalamnya.
    Metode pemecahan masalah menurut Sudirman, dkk. (1991 : 146) adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa.
    Metode pemecahan masalah ini sering dinamakan atau disebut juga dengan eksperimen  method, reflective thinking method, atau scientific method (Sudirman, dkk., 1991 : 146).
    Dengan demikian, metode pemecahan masalah adalah sebuah metode  pembelajaran yang berupaya membahas permasalahan untuk mencari pemecahan  atau jawabannya. Sebagaimana metode mengajar, metode pemecahan masalah sangat baik bagi pembinaan sikap ilmiah pada para siswa. Dengan metode ini, siswa belajar memecahkan suatu masalah menurut prosedur kerja metode ilmiah.

          2. Langkah-langkah Metode Pemecahan Masalah
    Dalam garis besarnya langkah-langkah metode pemecahan masalah dapat disarikan sebagai berikut:
a.    Adanya masalah yang dipandang penting;
b.    Merumuskan masalah;
c.    Analisa hipotesa;
d.    Mengumpulkan data;
e.    Analisa data;
f.    Mengambil kesimpulan
g.    Aplikasi (penerapan) dari kesimpulan yang diperoleh; dan
h.    Menilai kembali seluruh proses pemecahan masalah (Depdikbud, 1997: 23).    
Dengan cara tersebut diharapkan anak-anak didik untuk berpikir dan bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip ilmiah. Metode ini lebih tepat digunakan di kelas tinggi.
Sedangkan menurut Nahrowi Adjie dan Maulana  (2006 : 46-51) langkah-langkah penyelesaian masalah antara lain adalah; (1) memahami soal, (2) memilih pendekatan atau strategi, (3) menyelesaikan model, dan (4) menafsirkan solusi.
Pada prinsipnya kedua langkah penyelesaian masalah di atas adalah sama, hanya saja pendapat yang kedua lebih singkat dan padat.  Berkaitan dengan masalah penelitian ini penulis lebih cenderung menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah matematika yang dikemukakan oleh Nahrowi Adjie dan Maulana, karena lebih sederhana dan mudah dipahami.

         3. Teknik Pembelajaran Pemecahan Masalah IPA
    Salah satu tugas guru dalam proses pembelajaran adalah memilih metode dan teknik pembelajaran, di samping menentukan tujuan, mendalami materi, memilih alat/media, dan menentukan alat evaluasi. Keterampilan guru dalam menentukan teknik pembelajaran yang tepat akan sangat menentukan terhadap tingkat keberhasilan pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus profesional dalam menentukan teknik pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik Materi pembelajaran.

C. Aktivitas Belajar
Mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mau belajar. “ Teaching is the guidance of learning activities, teaching is for purfose of aiding the pupil learn,” demikian pendapat William Burton.
Dengan demikian, aktivitas sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga muridlah yang seharusnya terlibat aktif, sebab murid sebagai subjek didik adalah yang merencanakan, dania sendiri yang melaksanakan belajar mengajar (Usman, 1995: 21).
Aktivitas memiliki pengertian sebagai kegiatan yang dilakukan seseorang. Aktivitas berasal dari bahasa Inggris Activity diartikan sebagai kegiatan. Sedangkan dalama Kamus Besar Bahasa Indonesia, aktivitas adalah kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan  (Depdikbud, 1989: 17).
Pada kenyataan di sekolah-sekolah sering guru yang aktif  sehingga murid tidak diberi kesempatan untulk aktif. Betapa pentingnya aktivitas murid dalam proses belajar mengajar sehingga John Dewey, sebagai tokoh pendidikan, mengemukakan prinsip ini melalui metode proyeknya dengan semboyan learning by doing. Bahkan jauh sebelumnya para tokoh pendidikan lainnya seperti Rousseau, Pestalozi, Frobel, dan Montessory telah mendukung prinsip aktivitas dalam pengajaran ini.
Menurut Usman (1995: 22) aktivitas belajar murid yang dimaksud disini adalah aktivitas jasmaniah maupun aktivitas mental. Aktivitas belajar murid dapat digolongkan ke dalam beberapa hal.
(1)    Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demontrasi;
(2)    Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak,  tanya jawab, diskusi dan menyanyi;
(3)    Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan;
(4)    Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis; dan
(5)    Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.

Setiap jenis aktivitas tersebut di atas memiliki kadar atau bobot yang berbeda bergantung pada segi tujuan mana ayang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Yang jelas, aktivitas kegiatan belajar murid hendaknya memiliki kadar atau bobot yang lebih tinggi. 
 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar mertupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencapai perubahan tingkah laku. Aktivitas belajar siswa merupakan kegiatan yang sangat penting dalam belajar karena tanpa aktivitas belajar tidak mungkin pembealajaran yang dilaksanakan dapat berlangsung dengan baik.
        
D. Hasil Belajar
Menurut Usman, (2001: 5) “Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya”. Dalam pengertian ini ada kata perubahan yang berarti bahwa seseorang telah mengalami proses belajar, ia akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Oleh karena itu, kriteria keberhasilan belajar di antaranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar.
Menurut Hamalik (2001: 30) “Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada setiap  aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek  itu adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler mapun instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar yang dikembangkan Benyamin S. Bloom. Secara garis besar Bloom membagi hasil belajar dalam tiga ranah atau takson yakin; ranah kognitif, afektif dan psikomotor, sehingga kemudian tiga ranah ini disebut Taksonomi Bloom.

BAB III  METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek Tindakan
    Yang menjadi objek tindakan dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VIIA  SMPN 2 Munjul Kabupaten Pandeglang berjumlah 36 orang siswa yang terdiri dari 19 siswa laki-laki 17 siswa perempuan.

B. Subyek dan Lokasi penelitian
            Subyek utama dalam penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup dengan menggunakan metode pemecahan masalah Kelas VIIA  SMPN 2 Munjul  Kecamatan Mandawangi Kabupaten Pandeglang. 
        Kegiatan penelitian dilaksanakan di SMPN 2 Munjul pada jadwal pelajaran IPA dengan Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup , yang menjadi pertimbangan peneliti menetapkan SMPN 2 Munjul  sebagai lokasi atau tempat penelitian adalah letaknya yang strategis, dan hanya berjarak 100 meter dari pusat pemerintahan Kabupaten  Pandeglang serta berada di tengah kota  sekaligus sebagai tempat mengajar peneliti serta izin dan penerimaan yang terbuka dari seluruh guru dan kepala sekolah.

C. Metode Pengumpulan Data
    Penelitian pada hakekatnya merupakan pembuktian dari hipotesis, dalam pelaksanaannya untuk  mencapai tujuan diperlukan metode yang tepat. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penulis memilih metode ini karena dalam pelaksanaannya membutuhkan tindakan yang komprehensip terhadap seluruh unsur yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga diperoleh sesuatu hasil atau solusi berupa pemecahan masalah. Hasil itulah yang akan menegaskan bagaimana hubungan kausal antara siklus-siklus  yang    di selidiki. 
John Elliot mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh menciptakan lingkungan yang diperlukan (Jhon Eliot dalam Depdiknas, 2003 : 7).
    Kemmis dan    Mac Taggart (dalam Depdiknas,  2003 : 7),  mendefinisikan  bahwa yang dimaksud dengan PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial  untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut.
           Dalam upaya memperoleh fakta riil tentang penerapan  Metode pembelajaran pemecahan masalah dalam penelitian ini, penulis menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas yang dikembangkan oleh Stephen  Kemmis  dan  MacTaggart. Model yang dikembangkan oleh kedua ahli ini mengembangkan empat komponen Penelitian Tindakan Kelas yang meliputi; (1) perencanaan (planning); (2) aksi/tindakan (acting); (3) observasi (observing); dan (5) refleksi (reflecting).
            Model Penelitian Tindakan Kelas yang dikembangkan Kemmis dan McTaggart, ada beberapa kegiatan atau langkah yang dilakukan sesudah suatu siklus selesai diimplementasikan, khususnya sesudah adanya refleksi, kemudian diikuti dengan adanya perencanaan ulang (replanning) atau revisi terhadap implementasi siklus sebelumnya. Selanjutnya, berdasarkan perencanaan ulang (replanning) tersebut dilaksanakan dalam siklus tersendiri. Demikian untuk seterusnya, satu siklus diikuti dengan siklus berikutnya, sehingga Penelitian Tindakan Kelas yang dikembangkan Kemmis dan McTaggart dapat dilakukan dengan beberapa kali siklus. Pada kegiatan  refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan dari berbagai criteria. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama-sama guru melakukan revisi atau perbaikan terhadap rencana awal. 

D. Metode Analisis Data
          Dalam mengumpulkan dan mengolah data, penulis menggunakan  berbagai teknik penelitian untuk mendapatkan atau menjaring data penelitian. Teknik penelitian yang digunakan adalah telaah pustaka,  observasi, dan teknik pemecahan masalahan. 
          Pelaksanaan penelitian, diawali dengan mengidentifikasi permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup    dengan menggunakan Metode pemecahan masalah. Kegiatan ini dilaksanakan pada setiap tahap  siklus, untuk selanjutnya  permasalahan tersebut diidentifikasi dengan menggunakan tindakan berdasarkan langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model Kemmis dan McTaggart.  Penulis beranggapan model ini mudah dipahami dan langkah-langkah kegiatannya jelas. Langkah-langkah kegiatan  yang penulis rancang sesuai dengan  siklus tindakan perbaikan yang dikembangkan Kemmis dan McTaggart, adalah sebagai berikut:

1.   Siklus I
    Berdasarkan hasil diskusi pada tahap refleksi dalam kegiatan pra siklus, disepakati untuk menyusun sebuah perencanaan kegiatan, sebagai berikut:
      a) Perencanaan
1)    Membuat RPP tentang pembelajaran Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup ;
2)    Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  ;
3)    Guru merencanakan penggunaan metode pemecahan masalah  dalam pembelajaran Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dan siswa harus terlibat secara aktif selama proses pembelajaran berlangsung; 
4)    Peneliti membuat daftar pertanyaan untuk wawancara dengan guru Kelas VIIA  SMPN 2 Munjul , dalam hal ini bertindak  sebagai responden;
5)    Peneliti dan guru Kelas VIIA  membuat daftar analisis portofolio hasil belajar IPA yang didokumentasikan dalam bentuk portofolio.
6)    Peneliti mempersiapkan pedoman observasi untuk guru dan siswa; dan
7)    Memeriksa hasil evaluasi siswa pada pembelajaran yang baru diobservasi.

b) Tindakan
Pada tahap ini guru, mulai melakukan tindakan yang telah direncanakan pada tahap perencanaan.
1)    Guru melaksanakan pembelajaran matematika di Kelas VIIA  SMPN 2 Munjul pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dengan menggunakan metode pemecahan masalah;
2)    Penulis mengamati secara cermat aktivitas guru dan siswa dengan menggunkan pedoman observasi; dan
3)    Peneliti mengidentifikasi aktifitas pembelajaran dan mencatat dengan cermat setiap poin yang terlihat sesuai dengan data yang muncul dalam pembelajaran;
4)    Peneliti dan guru memeriksa hasil belajar siswa setelah pembelajaran berakhir.
c)    Observasi
          Pada  tahap ini peneliti mengamati proses pembelajaran IPA yang berlangsung  di kelas dengan menggunakan pedoman observasi. Aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran diamati secara cermat, termsuk kelemahan dan kekurangan yang muncul ketika guru melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode pemecahan masalah. Data tentang kekurangan dan kelemahan guru dalam kegiatan pembelajaran pada siklus I, dijadikan acuan pertimbangan bahan refleksi dan perbaikan pada kegiatan siklus berikutnya.
d)    Refleksi
Pada kegiatan refleksi, peneliti bersama guru berdiskusi kembali tentang hasil yang diperoleh  pada tahap observasi, kemudian   berupaya dengan cermat mengkaji  aktivitas pembelajaran yang tidak sesuai dan  masih terdapat kekurangan atau kelemahan  untuk diperbaiki pada langkah selanjutnya dalam siklus kedua.

1.1 Indikator Keberhasilan
    Indikator keberhasilan tindakan biasanya ditetapkan berdasarkan suatu ukuran standar yang berlaku. Misalnya, pencapaian penguasaan kompetensi sebesar 75% ditetapkan sebagai ambang batas ketuntasan belajar pada saat dilaksanakan tes awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 60), maka pencapaian hasil yang belum sampai 70-75% diartikan perlu dilakukan tindakan lagi atau siklus berikutnya (Uzher, 1993). Berdasarkan nilai KKM kelas yaitu 60, maka indikator keberhasilan untuk siklus I adalah apabila prosentase kelulusan mencapai 35-70%. 

2. Siklus II
               Siklus kedua dilakukan sebagai upaya perbaikan pada tindakan hasil observasi pada siklus pertama. Siklus kedua penulis susun dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Perencanaan
                    Peneliti merencanakan suatu tindakan yang dapat memperbaiki serta mengatasi kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I sehingga diperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
1)    Peneliti menyusun pedoman observasi untuk guru dan siswa;
2)    Peneliti dan guru menyusun dan merevisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup ;
3)    Guru dibantu peneliti, mempersiapkan alat peraga dan sarana penunjang pembelajaran lainnya yang dibutuhkan.

     b) Tindakan
          Pada tahap tindakan, guru melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah disusun pada tahap perencanaan.
1)    Guru mempraktekan kegiatan pembelajaran dengan berpedoman pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran hasil perbaikan pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup ;
2)    Peneliti mengamati dengan cermat kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan pedoman observasi;
3)    Peneliti mengadakan wawancara dengan guru dan salah seorang siswa sebagai perwakilan siswa tentang proses pembelajaran dengan menggunakan metode pemecahan masalah; dan 
4)    Peneliti dan guru memeriksa dan menginterpretasikan  data hasil belajar siswa.

     c) Observasi
               Pada tahap observasi, peneliti mengamati aktivitas belajar mengajar siswa dan guru dengan mencatat hal-hal yang belum dilaksanakan guru. Hal-hal yang belum dilaksanakan guru dan siswa pada siklus kedua akan dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan pada siklus ketiga.

    d) Refleksi
                       Peneliti dan guru mengadakan diskusi mengenai proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dan membicarakan kelemahan dan kekurangan yang ditemukan pada pembelajaran siklus kedua. Peneliti dan guru mengevaluasi temuan-temuan yang dihasilkan melalui observasi yang berkaitan dengan aktivitas guru dan siswa.
2.1 Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan pada siklus II diambil berdasarkan dari hasil nilai rata-rata siswa yang didapat pada siklus I yaitu antara 70-80%

E. Instrumen Penelitian
        Suharsimi Arikunto (1999: 173) mengemukakan bahwa “instrumen adalah alat pada waktu peneliti menggunakan metode”. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan  instrumen   tes,  observasi, dan  dokumentasi.  Instrumen penelitian yang digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik dalam mengumpulkan data, adapun teknik tersebut adalah:
     1. Test 
              Test  dalam penelitian  ini adalah test tertulis obyektif dengan bentuk soal isian yang diberikan untuk mengetahui tingkat daya serap siswa terhadap materi pembelajaran pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup . Dari hasil tes akan diperoleh data yang valid tentang  kemampuan siswa dalam memahami Materi pembelajaran Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Kriteria penilaian yang digunakan adalah setiap soal mempunyai bobot nilai dua jika siswa menjawab benar dan kosong jika siswa tidak dapat menjawab soal dengan benar. Jumlah soal 10 buah masing-masing soal mempunyai skor 1,  jadi total skor 10.

    2. Observasi
        Kegiatan observasi dilakukan untuk mengamati secara seksama setiap aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran IPA. Kegiatan observasi ini dilakukan secara langsung terhadap objek dan subjek penelitian untuk mendapatkan gambaran yang nyata tentang aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan.
Observasi pada siswa dilakukan untuk mengetahui motivasi dan aktivitas siswa dalam pembelajaran Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dengan menggunakan Metode Pemecahan Masalah. 
Kriteria penilaian yang digunakan adalah jika anak menjawab aktif maka nilainya 1 dan jika menjawab tidak aktif mendapat  nilai 0. Total skor ideal atau nilai yang diperoleh adalah 10. 

    3. Dokumentasi
          Dokumentasi pada pelaksanaannya adalah mendokumentasikan kegiatan pembelajaran melalui foto kegiatan. Untuk itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan kamera foto untuk mendokumentasikan kegiatan yang berlangsung. Foto kegiatan pembelajaran akan memperlihatkan secara visual aktivitas siswa pada saat  pembelajaran IPA berlangsung dalam Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dengan menggunakan penerapan metode Pemecahan Masalah .

F. Teknik Pembahasan
          Langkah awal yang dilakukan setelah data terkumpul adalah melakukan editing, yang artinya data perlu dibaca kembali untuk melihat dan memperbaiki kualitas data yang diperoleh. Sebenarnya maksud diadakannya editing adalah untuk melihat apakah data tersebut bersifat konsisten atau tidak.
          Data yang telah terkumpul menjadi acuan dalam melakukan analisis dan verifikasi data yang diperoleh selama kegiatan penelitian berlangsung. Data yang telah terkumpul kemudian diseleksi, dikelompokkan dan divalidasi.
         Data yang telah diseleksi dan dikelompokkan selanjutnya dimodifikasi sesuai dengan model yang dikembangkan. Penelitian yang penulis lakukan ditujukan pada aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran. Sehingga, data yang dikumpulkan merupakan data dari perilaku peserta didik dan guru dalam pembelajaran, yaitu meliputi tingkat keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dalam pembelajaran Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup  dengan menggunakan Metode pemecahan masalah.
         Secara garis besar pengolahan data  dalam penelitian ini mencakup tiga tahap, yaitu tahap persiapan, pentabulasian dan penerapan data. Tahap persiapan meliputi; (1) mengecek kelengkapan data dan alat pengumpul data; (2) membuat persentase (%) keberhasilan pembelajaran. Tahap pentabulasian data, meliputi (1) penilaian terhadap kegiatan yang dilakukan siswa dan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evalusai pembelajaran; (2) pemberian skor atau nilai terhadap hasil tes IPA pada Materi Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup . Skor nilai yang diperoleh siswa kemudian dikumpulkan dan dirata-ratakan  pada setiap siklusnya; dan (3) menjumlahkan nilai hasil belajar siswa untuk menentukan prosesntase keberhasilan pembelajaran. Tahap Penerapan data, pada tahap ini peneliti berupaya menafsirkan hasil penelitian sesuai dengan hipotesis tindakan yang diajukan. Pada tahap penerapan data ini, benar atau tidaknya hipotesis yang diajukan dapat diketahui; hipotesis diterima atau ditolak. Maka dengan demikian, peneliti dapat menentukan kesimpulan akhir dari penelitian yang dilakukan terhadap seluruh rangkaian pembelajaran yang telah dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (1996). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta .

Depdikbud. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdikbud. (1997). Pokok-pokok Pengajaran Biologi dan Kurikulum 1994. Jakarta: Depdikbud.

Depdiknas. (2003). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dikdasmen.

Dryden, Gordon dan Vos Jeannette (2000) Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution). Terjemahan.  Bandung : Kaifa.

Emzir. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: Grafindo.

Engkoswara, dkk. (1994). Pedoman Penyusunan Karya Ilmiah Untuk Angka Kredit Guru SD. Bandung : Karang Sewu.

Hatimah, Ihat, dkk. (2007). Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI Press.

Khafid, M. dan Suyati. (2004).  Pelajaran Matematika Penekanan Pada Berhitung Untuk Sekolah dasar. Jakarta: Erlangga.

Meier, Dave (2005). The Accelerated Learning  Hand Book. (Terjemahan) Bandung: Kaifa.

Nasution. (2001). Metode Research (Penelitian Ilmiah) Usul Tesis Desain Penelitian Hipotesis Validitas Sampling Populasi Observasi Wawancara Angket.  Jakarta : Bumi Aksara.

Roestiyah N.K. (1998). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rukmana, Ade dan Suryana, Asep. ( 2006). Pengelolaan Kelas. Bandung:         UPI Press.

Sasmitahardja. (1996). Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Depdikbud.

Saud, Udin Saefudin dan Suherman, Ayi. (2006). Inovasi Pendidikan. Bandung: UPI Press.

Semiawan. (1990) Memupuk Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.  Bandung : Rosdakarya.

Semiawan. (1986). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia.

Sudjana, Nana. (1995). Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung : Karang Sewu.

Uzer, Moh. Usman dan Setiawati, Lilis. (1993). Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar (Bahan Kajian PKG, MGBS, MGMP). Bandung: Rosdakarya.

Pratiwi, D.A. (2000). Penuntun Biologi SMU Kelas 3. Jakarta: Erlangga.

Popham, W. James dan Baker, Eva L. (2001). Establising Instructional Gools and Systematic Intruction .Teknik Mengaajar Secara Sistematis. (Terjemahan). Jakarta: Rineka Cipta.

Widayanti, N. (2004). Pengertian Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup . (online). Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Mengidentifikasi Ciri-ciri Makhluk Hidup . (10:50).03 Juni 2006.






= Baca Juga =



7 Comments

Previous Post Next Post


































Free site counter


































Free site counter