Contoh Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bahasa Sunda SMP

LAPORAN PTK ATAU  PENELITIAN TINDAKAN KELAS BASA SUNDA SMP


BAB I  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran bahasa sangat penting untuk diajarkan di sekolah-sekolah, baik bahasa nasional (Indonesia), bahasa daerah maupun bahasa asing. Pembelajaran Bahasa Sunda  sebagai bahasa daerah harus lebih diarahkan pada kemampuan dan keterampilan siswa untuk berkomunikasi secara lisan maupun tulis. Pembelajaran bahasa diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa siswa yang meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan ini saling berkaitan dan saling melengkapi dalam kegiatan komunikasi.


Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting bagi siswa. Keterampilan menulis siswa harus terus ditingkatkan, terutama keterampilan menulis surat resmi. Pada siswa SMP kelas VII misalnya, diharapkan dapat menulis surat resmi dengan benar sesuai aturan yang ada dalam penulisan surat resmi. Dalam keterampilan menulis, ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung oleh ketepatan bahasa yang digunakan (Depdiknas 2003:5). 
Pembelajaran menulis menggunakan bahasa Sunda (bahasa daerah) di Sekolah Menengah Pertama perlu mendapat perhatian dari para guru mata pelajaran Bahasa Sunda . Ketika dihadapkan pada pembelajaran menulis surat resmi, siswa selalu mengalami kesulitan terutama dalam  penggunaan bahasa. Hasil tulisan siswa sebagian besar lemah dalam masalah kebahasaan dan teknik penulisan. Selama pembelajaran menulis, siswa kurang memperhatikan aturan-aturan yang ada dalam keterampilan menulis sehingga menyebabkan lemahnya keterampilan siswa dalam menulis surat resmi. 
Lemahnya keterampilan siswa dalam menulis surat resmi disebabkan alokasi waktu pembelajaran menulis di sekolah-sekolah selama ini relatif lebih kecil. Hal ini menyebabkan keterampilan menulis siswa kurang maksimal. Siswa kurang mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam pembelajaran menulis. Setelah menamatkan jenjang sekolah, dikhawatirkan siswa belum mampu menggunakan bahasa secara baik dan benar dalam keterampilan menulis. 
Dalam pembelajaran menulis, siswa kurang memahami hakikat menulis. Berdasar hasil pengamatan  selama mengajar, peneliti mengetahui bahwa ketika diberikan kesempatan menulis surat resmi, para siswa tidak mementingkan mutu tulisan. Mereka lebih mementingkan sistematika surat resmi tanpa memperhatikan penggunaan bahasa. 
Dari hasil pengamatan tes menulis surat resmi menggunakan bahasa daerah atau Bahasa Sunda  di kelas IX A SMPN 2 Munjul diketahui bahwa keterampilan menulis pada siswa kelas IXA selama ini belum maksimal. Dalam menulis surat resmi, siswa masih mengalami kesulitan dalam penggunaan bahasa. Lemahnya keterampilan menulis surat resmi siswa disebabkan sebagian besar siswa kurang berminat mengikuti pelajaran Bahasa Sunda, kurangnya pemahaman siswa tentang surat resmi, dan siswa kurang berlatih menulis surat resmi. Selain faktor dari siswa, lemahnya  keterampilan menulis surat resmi juga dapat dipengaruhi karena faktor dari guru. Lemahnya keterampilan menulis surat resmi siswa dapat disebabkan karena bimbingan dan penjelasan guru dalam proses pembelajaran sulit dipahami oleh siswa, serta strategi yang yang digunakan guru dalam pembelajaran kurang tepat. 
Guru dituntut mempunyai keterampilan untuk mengelola kelas agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar dan tercapai tujuan pembelajaran. Untuk mengatasi kelemahan siswa dalam menulis surat resmi, guru harus selalu memotivasi dan memberikan pengertian kepada siswa tentang pentingnya pelajaran Bahasa Sunda  dalam kehidupan sehari-hari, terutama pembelajaran surat resmi. Agar siswa dapat menulis surat resmi dengan benar, guru harus lebih memberikan penjelasan kepada siswa melalui contoh-contoh surat resmi dan memberikan latihan-latihan menulis surat resmi dengan strategi pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran merupakan hal yang harus diperhatikan oleh guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Siswa tidak cukup diberikan penjelasan tentang teori menulis saja, tetapi hal yang berhubungan dengan masalah kebahasaan dan teknik penulisan juga harus diperhatikan. Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa agar keterampilan siswa dalam menulis surat resmi dapat ditingkatkan. 
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dapat dijadikan sebagai strategi untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami. Guru bertugas sebagai pengarah dan pembimbing agar siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment) (Nurhadi dan Senduk 2003:31). 
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual   diharapkan dapat meningkatkan keterampilan surat resmi siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul . Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah dan dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Siswa yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya sekaligus meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Dalam pembelajaran tersebut, kegiatan belajar mengajar akan dilaksanakan dalam kelompok kecil dengan menerapkan pembelajaran kooperatif, yaitu pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran kontekstual komponen  masyarakat belajar ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Melalui belajar kelompok, siswa dapat saling berbagi gagasan dan pengalaman serta bekerjasama untuk memecahkan masalah dalam kegiatan belajar mengajar. 
Penggunaan pendekatan kontekstual   dalam pembelajaran menulis surat resmi dapat dijadikan sebagai strategi untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian dengan judul PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS SURAT RESMI MENGGUNAKAN BAHASA DAERAH DENGAN MENGGUNAKA PENDEKATAN KONTEKSTUAL (Penelitian Tindakan Kelas Mata Pelajaran Bahasa Sunda dalam bahan ajar “Nyieun Surat Resmi” di SMPN 2 Munjul)

1.2 Identifikasi Masalah 
Dalam setiap kegiatan belajar mengajar, guru selalu dihadapkan pada siswa yang mengalami kesulitan belajar, khususnya menulis surat resmi. Keterampilan menulis surat resmi mengunakan bahasa Sunda  siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul  masih rendah. Masalah yang muncul dalam keterampilan menulis dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri siswa. Sebagian besar siswa beranggapan bahwa Bahasa Sunda  adalah pelajaran yang membosankan sehingga siswa kurang berminat mengikuti pelajaran Bahasa Sunda . Guru harus dapat memberikan pengertian kepada siswa tentang pentingnya pelajaran Bahasa Sunda  dalam kehidupan sehari-hari. 
Kurangnya pemahaman tentang surat resmi juga menyebabakan rendahnya keterampilan menulis siswa. Aturan-aturan yang ada dalam penulisan surat resmi, terutama dalam hal kebahasaan menyebabkan siswa sulit menulis surat resmi dengan benar. Untuk mengatasi hal ini, guru harus lebih banyak memberikan penjelasan kepada siswa dengan memberikan contoh-contoh surat resmi. 
Faktor lain penyebab rendahnya keterampilan menulis surat resmi adalah siswa kurang berlatih menulis surat resmi. Mereka menganggap bahwa menulis adalah pelajaran yang sulit. Siswa mengalami kesulitan menulis terutama dalam pemakaian bahasa. Untuk meningkatkan keterampilan menulis, siswa harus banyak diberi latihan dengan teknik belajar yang bervariasi. 
Faktor eksternal yang berasal dari luar siswa, yaitu faktor dari guru. Kurangnya keterampilan menulis surat resmi dapat disebabkan karena bimbingan dan penjelasan guru dalam proses pembelajaran sulit dipahami oleh siswa. Siswa tidak dapat menguasai seluruh materi yang diajarkan oleh guru. Untuk menyelesaikan masalah ini, guru seharusnya menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. 
Teknik mengajar yang kurang tepat dalam pembelajaran juga dapat menyebabkan lemahnya keterampilan menulis surat resmi siswa. Guru harus menggunakan teknik mengajar yang bervariasi agar kegiatan pembelajaran lebih menarik. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah dengan menerapkan pendekatan kontekstual   yang dapat mendorong keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran. 

1.3 Pembatasan Masalah 
Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian, yaitu keterampilan siswa dalam menulis surat resmi masih rendah. Untuk meningkatkan keterampilan menulis surat resmi akan digunakan pendekatan kontekstual  . 

1.4 Rumusan Masalah 
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 
1. Bagaimana peningkatan keterampilan menulis surat resmi menggunakan bahasa Sunda siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul  setelah diberikan pembelajaran kontekstual  ? 
2. Bagaimana perubahan tingkah laku siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul  setelah diberikan pembelajaran kontekstual  ? 

1.5 Tujuan Penelitian 
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut. 
1. Untuk mendeskripsi peningkatan keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda mengguankan bahasa Sunda siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul  setelah diberikan pembelajaran kontekstual . 
2. Untuk mendeskripsi perubahan tingkah laku siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul  dalam menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda setelah diberikan pembelajaran kontekstual. 


1.6 Manfaat Penelitian 
Penelitian mengenai peningkatan keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul  dengan pendekatan kontesktual   ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis. 
1. Manfaat Teoretis 
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan penelitian pendidikan di Indonesia, khususnya pada bidang penelitian tindakan kelas. Penelitian ini juga diharapkan menambah khasanah pengetahuan dan pemahaman bagi pembaca tentang peningkatan keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda kelas IX dengan pendekatan kontekstual   sehingga dapat memperbaiki mutu pendidikan dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis. 
2. Manfaat Praktis 
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap pembelajaran menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda sehingga keterampilan siswa dalam menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dapat ditingkatkan. Sedangkan bagi guru, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan metode dan strategi guru dalam pembelajaran menulis dengan memperbaiki metode mengajar dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa. 


BAB II LANDASAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 
A.  Keterampilan Menulis 
1.  Hakikat Menulis 
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain (Tarigan 1986:3). Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur. Menurut Akhadiah, dkk (1988:2), menulis merupakan suatu proses, yaitu proses penulisan. Ini berarti bahwa kita melakukan kegiatan dalam beberapa tahap, yakni tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi. 
Menulis, seperti halnya ketiga keterampilan berbahasa lainnya, merupakan suatu proses perkembangan. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, latihan, keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran langsung menjadi seorang penulis. menulis menuntut gagasan-gagasan yang tersusun secara logis, diekspresikan secara jelas, dan ditata secara menarik. Selanjutnya, menuntut penelitian yang terperinci, observasi yang saksama, pembeda yang tepat dalam pemilihan judul, bentuk, dan gaya. 
Dalam menulis diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan tatabahasa tertentu atau kaidah kebahasaan yang digunakan sehingga dapat menggambarkan atau menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah sebabnya untuk terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang terus-menerus dan teratur (Suriamiharja,dkk 1996:2). 
Menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis mengenai suatu topik penulis harus berpikir, menghubungkan berbagai fakta, membandingkan, dan sebagainya. Berpikir merupakan kegiatan mental. Ketika penulis berpikir, dalam benak penulis timbul serangkaian gambaran tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan ini tidak terkendali terjadi dengan sendirinya dan tanpa kesadaran. Kegiatan yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan tujuan untuk sampai pada suatu simpulan. Jenis kegiatan berpikir yang terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar. Proses bernalar atau penalaran merupakan proses berpikir sistematik untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. 
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah proses bernalar untuk menuangkan gagasan dengan menggunakan kosakata dan kaidah kebahasaan dalam bentuk tulis, yang disampaikan pada orang lain secara tidak langsung. 

2. Tujuan Menulis 
Setiap jenis tulisan memiliki tujuan yang beranekaragam, yaitu memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api. Bagi penulis yang belum berpengalaman, ada baiknya memperhatikan tujuan menulis (Tarigan 1986:23). 
Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif (informative discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan ingin memberitahu atau mengajarkan sesuatu kepada pembaca sehingga pembaca menjadi tahu mengenai sesuatu yang disampaikan oleh penulis. 
Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse). Melalui tulisan, pengarang bertujuan ingin meyakinkan pembacanya akan kebenaran gagasan yang disampaikan sehingga pembaca dapat dipengaruhi dan merasa yakin akan gagasan penulis. Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer atau wacana kesastraan (literary discourse). Penulis bertujuan untuk menyenangkan dan menghindarkan kedukaan para pembaca. Melalui tulisan, penulis ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, serta membuat hidup para pembaca lebih mudah dan menyenangkan dengan karyanya itu. 
Tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekspresif (ekspresive discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan untuk mengekspresikan perasaan dan emosi agar pembaca dapat memahami makna yang ada dalam tulisan. 
Menurut Suriamiharja, dkk (1996:2), tujuan menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan. Dengan demikian, keterampilan menulis menjadi salah satu cara berkomunikasi karena dalam pengertian tersebut muncul satu kesan adanya pengiriman dan penerimaan pesan. 
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis mempunyai tujuan untuk memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api agar dipahami oleh orang lain. 

3. Manfaat Menulis 
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mempunyai peranan penting di dalam kehidupan manusia. Dengan menulis, seseorang dapat mengutarakan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1986:22), menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir. Menulis juga dapat mendorong kita untuk berpikir secara kritis, memudahkan penulis memahami hubungan gagasan dalam tulisan, memperdalam daya tanggap atau persepsi, memecahkan masalah yang dihadapi, dan mampu menambah pengalaman menulis. 
Menurut pendapat Akhadiah, dkk (1988:1), banyak keuntungan yang diperoleh dari kegiatan menulis. Keuntungan yang pertama adalah dengan menulis seseorang dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Penulis dapat mengetahui sampai di mana pengetahuannya tentang suatu topik. Untuk mengembangkan topik itu, penulis harus berpikir untuk memperoleh pengetahuan dan pengalamannya. 
Kedua, melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengembangkan berbagai gagasan. Dengan menulis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan, serta membandingkan fakta-fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya. keuntungan ketiga, penulis lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi yang berhubungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan secara teoretis mengenai fakta-fakta yang berhubungan. 
Keempat, penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, penulis dapat menjelaskan permasalahan yang semula masih samar. Keuntungan kelima, melalui tulisan,penulis dapat meninjau serta menilai gagasannya secara lebih objektif. Keenam, dengan menuliskan sesuatu di kertas, penulis akan mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisis secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret. Ketujuh, dengan menulis mengenai suatu topik, penulis terdorong untuk belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekadar menjadi penyadap informasi dari orang lain. Keuntungan kedelapan, kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib. 
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis sangat bermanfaat dalam kehidupan. Menulis dapat meningkatkan penalaran untuk mengembangkan berbagai gagasan yang dapat memperluas wawasan dan pengetahuan. 

4. Ragam Tulisan 
Telah banyak ahli yang membuat klasifikasi mengenai tulisan. Beberapa klasifikasi yang pernah dibuat seperti yang disampaikan oleh Tarigan (1986:26) adalah tulisan bentuk objektif dan tulisan bentuk subjektif. Tulisan yang berbentuk objektif mencakup penjelasan yang terperinci mengenai proses, batasan, laporan, dan dokumen. Tulisan yang berbentuk subjektif mencakup otobiografi, surat-surat, penilaian pribadi, esei informal, potret atau gambaran, dan satire. 
Berdasarkan bentuknya, Tarigan (1986:27) juga menyampaikan klasifikasi yang lain, yaitu eksposisi, deskripsi, narasi, dan argumentasi. Selain itu terdapat klasifikasi lain, yaitu tulisan kreatif yang memberi penekanan pada ekspresi diri secara pribadi dan tulisan ekspositori yang mencakup penulisan surat, penulisan laporan, timbangan buku, resensi buku, dan rencana penelitian. 
Keraf (1981) dalam Sutikno (2002:24) membuat klasifikasi tulisan menjadi empat jenis, yaitu deskripsi, narasi, argumentasi, dan eksposisi. Deskripsi adalah bentuk tulisan yang menceritakan suatu objek atau suatu hal sehingga objek itu seolah-olah berada di depan mata dan dilihat sendiri oleh pembaca. Narasi adalah bentuk tulisan yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang seolah-olah dialami sendiri oleh pembaca. Argumentasi adalah bentuk tulisan yang berusaha membuktikan suatu kebenaran. Eksposisi adalah bentuk tulisan yang menguraikan suatu objek yang memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca. 
Dari beberapa klasifikasi para ahli mengenai tulisan tersebut, surat termasuk ragam tulisan yang berbentuk subjektif dan ekspositori. 


B.  Pendekatan Kontekstual 
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)), merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan ysng dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Depdiknas 2002:1). 
Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil belajar. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Tugas guru dalam kelas kontekstual adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). 
Pendekatan kontekstual menjadi pilihan dalam kegiatan belajar mengajar karena diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka seniri (Nurhadi 2004:104). 
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pendekatan kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). 
Konstruktivisme merupakan landasan filosofi pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Menurut Zulaeha (2003:1), pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri (siswa) secara aktif, kreatif, dan produktif dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. 
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan (Nurhadi dan Senduk 2003:45). Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk bertanya. 
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Menurut Mafrukhi (2003:2), pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh bukan dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun materi yang diajarkan. Siklus inquiry adalah merumuskan masalah, observasi, bertanya, mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data, dan penyimpulan. 
Konsep masyarakat belajar (learning community) menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ‘sharing’ antara teman, antarkelompok, dan antara yang tahu dengan yang belum tahu. Di mana saja, mereka adalah anggota masyarakat belajar (Mafrukhi 2003:2). Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalan kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Menurut Depdiknas (2002:15), masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicranya dan sekaligis meminta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya. 
Komponen pembelajaran kontekstual selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membhasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswa untuk belajar dan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh guru (Nurhadi dan Senduk 2003:49). Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau model dapat didatangkan dari luar. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggris, dan sebagainya. 
Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya (Nurhadi dan Senduk 2003:51). Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, kemudian diperluas sedikit demi sedikit. 
Assessment atau penilaian yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran itu perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar (Mafrukhi 2003:3). Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Karena assessment menekankan proses pembelajaran maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Kemajuan belajar siswa dinilai dari proses, bukan melalui hasil. Menurut Nurhadi dan Senduk (2003:53), penilaian authentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performansi) yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. 
Karakteristik pendekatan kontekstual, yaitu adanya kerjasama, saling menunjang, pengalaman nyata, gembira, menyenangkan dan tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif dan kritis, sharing dengan teman, dan guru kreatif. 
Penerapan pendekatan kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya adalah sebagai berikut. 
1.     Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya! 
2.     Laksanakan kegiatan inkuiri untuk mencapai kompetensi yang diinginkan di semua bidang studi! 
3.     Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya! 
4.     Ciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok)! 
5.     Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran! 
6.     Lakukan refleksi di akhir pertemuan! 
7.     Lakukan penilaian yang sebenarnya dari berbagai sumber dan dengan berbagai cara! 

C. Model   Pendekatan Kontekstual   
Pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih ‘hidup’ dan lebih ‘bermakna’ karena siswa ‘mengalami’ sendiri apa yang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan serta keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik di sekolah maupun di luar sekolah (Nurhadi dan Senduk 2003:5). 
Tugas guru dalam kelas kontekstual adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). 
Masyarakat belajar merupakan salah satu komponen pendekatan kontekstual yang dapat dijadikan sebagai strategi pembelajaran. Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ‘sharing’ antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. 
Dalam kelas kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, siswa yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. ”Masyarakat belajar” bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya (Depdiknas 2002:15). 
Kegiatan saling belajar dapat terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. 
Pada dasarnya, learning community atau masyarakat belajar itu mengandung pengertian sebagai berikut. 
1. Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan pengalaman. 
2. Ada kerjasama untuk memecahkan masalah. 
3. Pada umumnya hasil kerja kelompok lebih baik daripada kerja secara individual. 
4. Ada rasa tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama. 
5. Melakukan upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu. 
6. Menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar dengan anak lainnya. 
7. Ada rasa tanggung jawab dan kerjasama antara anggota kelompok untuk saling memberi dan menerima. 
8. Adanya fasilitator atau guru yang memandu proses belajar dalam kelompok. 
9. Harus ada komunikasi dua arah atau multi arah. 
10. Ada kemauan menerima pendapat yang lebih baik. 
11. Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain. 
12. Tidak ada kebenaran yang mutlak. 
13. Dominasi siswa yang pandai perlu diperhatikan agar siswa yang lambat dapat pula berperan. 
14. Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung arti learning community. 
Apabila setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik learning community sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Praktiknya dalam pembelajaran dapat berwujud bekerja dalam pasangan, pembentukan kelompok kecil, pembentukan kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas (tokoh, olah ragawan, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dan sebagainya), bekerja dengan kelas sederajat, bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, bekerja dengan sekolah di atasnya, dan bekerja dengan masyarakat (Nurhadi 2003: 49). 
Pembentukan kelompok kecil merupakan salah satu wujud dalam pembelajaran dengan teknik learning community. Dalam pembentukan kelompok kecil, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya terdiri atas empat atau lima siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk berdiskusi mengkaji bagian bahan tersebut. Setelah diadakan diskusi, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. 

D.  Kerangka Berpikir 
Keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul  masih rendah. Rendahnya keterampilan surat resmi tersebut disebabkan karena kurangnya pemahaman siswa mengenai surat resmi dan siswa kurang berlatih menulis surat resmi. Penjelasan dan teknik mengajar yang digunakan oleh guru juga mempengaruhi rendahnya keterampilan siswa dalam menulis surat resmi. 
Penerapan pendekatan kontekstual   dalam pembelajaran menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda diharapkan dapat memotivasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis surat resmi. Dalam mengajar, guru tidak hanya menggunakan teknik ceramah, tetapi juga dengan teknik diskusi. Melalui diskusi, siswa diarahkan untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebelum melakukan pembelajaran pada siklus I, terlebih dahulu melakukan tes pratindakan untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai surat resmi. 
Pada siklus I, peneliti memberikan contoh surat resmi kepada siswa. Melalui diskusi, siswa diminta mengidentifikasi sistematika dan peggunaan bahasa dalam contoh surat resmi tersebut. Siswa diarahkan untuk menemukan pemahaman sendiri mengenai surat resmi. Kemudian siswa diminta untuk menyimpulkan pengertian dan cara penulisan surat resmi yang baik dan benar. Setelah paham mengenai surat resmi, siswa diminta berlatih untuk menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dengan baik dan benar. Peneliti menekankan kepada siswa untuk menggunakan bahasa yang benar dalam menulis surat resmi. 
Hasil pekerjaan siswa dikoreksi dan dinilai sesuai berdasarkan kriteria penilaian yang sudah ditentukan. Peneliti melakukan evaluasi terhadap hasil tindakan pada siklus I untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis surat resmi. Apabila hasilnya rendah, akan dilakukan pembelajaran pada siklus II. 
Pada siklus II, peneliti menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa pada pembelajaran siklus I. Lalu, peneliti memberikan penyelesaian terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Peneliti memberikan contoh surat resmi agar siswa dapat memperbaiki kesalahan dalam menulis surat resmi. Kemudian, siswa diminta untuk menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dengan benar. Hasil pekerjaan siswa dikoreksi dan dinilai berdasarkan kriteria penilaian yang sudah ditentukan. Peneliti melakukan evaluasi untuk mengetahui peningkatan keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda siswa setelah dilakukan pembelajaran siklus II. Apabila diperoleh hasil yang lebih baik dari pembelajaran sebelumnya, maka penerapan pendekatan kontekstual   dapat meningkatkan keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul . Kerangka berpikir proses pembelajaran menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dengan pendekatan kontekstual   dapat digambarkan sebagai berikut. Masalah Hasil 
Bagan 1. Tahap Penelitian Tindakan Kelas Pembelajaran Menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dengan Pendekatan Kontekstual   

E.  Hipotesis Tindakan 
Dengan digunakannya pendekatan kontekstual   diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dan mengubah tingkah laku siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul . 



BAB III  METODE PENELITIAN 



3.1 Desain Penelitian 

Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK) dengan dua siklus, yaitu proses tindakan pada siklus I dan siklus II. Untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum diberikan tindakan, terlebih dahulu diberikan tes awal sebelum siklus I. Siklus I bertujuan untuk mengetahui kemampuan menulis siswa. Siklus I digunakan sebagai refleksi untuk melaksanakan siklus II. Sedangkan hasil proses tindakan pada siklus II bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan menulis setelah dilakukan perbaikan dalam kegiatan belajar mengajar yang didasarkan pada refleksi siklus I. Tiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.


3.1.1 Prosedur Tindakan Siklus I 
1. Perencanaan 
Pada tahap perencanaan siklus I dilakukan persiapan pembelajaran menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dengan menyusun rencana pembelajaran terlebih dahulu sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan. Rencana pembelajaran ini digunakan sebagai program kerja atau pedoman peneliti dalam melaksanakan proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. 
Selain itu, peneliti menyiapkan soal yang akan diujikan melalui lembar tes menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda beserta kriteria penilaiannya. Peneliti juga menyiapkan instrumen penelitian yang berupa lembar observasi, lembar wawancara, lembar angket, lembar jurnal, dan dokumentasi yang berupa foto. Setelah menyiapkan alat tes dan nontes, peneliti berkoordinasi dengan guru mata pelajaran mengenai kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. 
2. Tindakan 
Tindakan ini disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan dalam siklus I meliputi apersepsi, proses pembelajaran, dan evaluasi. 
a. Apersepsi 
Pada tahap ini, peneliti memberikan apersepsi kepada siswa mengenai pengertian, sistematika, dan penggunaan bahasa surat resmi. Kemudian, peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran dan manfaat yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. 
b. Proses pembelajaran 
Pada proses pembelajaran, siswa diminta berkelompok yang terdiri atas empat sampai lima orang. Peneliti memberikan contoh surat resmi kepada setiap kelompok. Siswa mengamati contoh surat resmi dan menentukan jenis surat resmi tersebut. Secara berkelompok, siswa mengidentifikasi sistematika dan penggunaan bahasa dalam contoh surat resmi. Setelah mengidentifikasi sistematika dan penggunaan bahasa dalam surat resmi secara berkelompok, siswa berdiskusi secara klasikal untuk membahas sistematika dan penggunaan bahasa yang tepat dalam menulis surat resmi. 
c. Evaluasi 
Setelah siswa paham mengenai surat resmi, di akhir setiap siklus peneliti mengadakan tes. Pada siklus I siswa diminta untuk menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda yang berupa surat permohonan izin secara individu. Tujuan tes ini adalah untuk mengetahui keterampilan siswa dalam menulis surat resmi. 

3. Pengamatan 
Selama penelitian berlangsung, peneliti melakukan pengamatan terhadap kegiatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Melalui lembar observasi, peneliti mengamati tingkah laku siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Aspek-aspek yang dinilai adalah hasil tulisan siswa serta perilaku siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain menggunakan lembar observasi, peneliti juga melakukan pemotretan selama pembelajaran berlangsung. Foto yang diambil berupa aktifitas-aktifitas yang dilakukan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Hasil pemotretan ini digunakan sebagai gambaran siswa yang diabadikan selama proses pembelajaran berlangsung. 
Setelah kegiatan pembelajaran selesai, peneliti membagikan angket dan lembar jurnal kepada siswa untuk mengetahui tanggapan, kesan, dan pesan siswa terhadap materi, proses pembelajaran, dan teknik yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat memperbaiki tindakan pada siklus berikutnya. 
Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran menulis surat resmi, peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa. Wawancara dilakukan di luar jam pelajaran terutama kepada siswa yang mendapatkan nilai tinggi, sedang, dan nilai rendah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sikap positif dan negatif siswa dalam kegiatan pembelajaran menulis surat resmi.

4. Refleksi 
Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis hasil tes, hasil observasi, hasil angket, hasil jurnal, dan hasil wawancara yang telah dilakukan. Hasil analisis ini digunakan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teknik pembelajaran yang digunakan oleh peneliti dan untuk mengetahui tindakan-tindakan yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran. Refleksi pada siklus I digunakan untuk mengubah strategi dan sebagai perbaikan pembelajaran pada siklus II. 

3.1.2 Prosedur Tindakan Siklus II 
1. Perencanaan 
Perencanaan yang dilakukan adalah memperbaiki dan menyempurnakan rencana pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus I. Dalam tahap ini, peneliti menyusun rencana pembelajaran dengan tindakan yang berbeda dengan tindakan pada siklus I. Peneliti juga menyiapkan soal tes dan kriteria penilaiannya, lembar observasi, lembar jurnal, lembar angket, lembar wawancara, dan foto. Kemudian peneliti berkoordinasi dengan guru mata pelajaran mengenai kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada siklus II. 
2. Tindakan 
Tindakan yang dilakukan pada siklus II berbeda dengan tindakan pada siklus I. Sebelum siswa menulis surat resmi, peneliti menjelaskan terlebih dahulu kesalahan-kesalahan hasil tes siswa pada siklus I. Peneliti menanyakan kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis surat resmi. Kemudian siswa diberi arahan dan bimbingan agar dalam pelaksanaan kegiatan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda pada siklus II menjadi lebih baik. 
Dalam proses pembelajaran, siswa membahas tugas yang diberikan pada pembelajaran sebelumnya. Kemudian, siswa berlatih menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda yang berupa surat permohonan bantuan secara berkelompok dengan teman sebangku. Hasil pekerjaan setiap kelompok ditukar dengan kelompok lain untuk dikoreksi. Siswa mengoreksi hasil pekerjaan dan menemukan kesalahan-kesalahan yang ada dalam penulisan surat resmi oleh kelompok lain. Setelah berdiskusi dengan teman sebangku, secara klasikal siswa berdiskusi untuk membahas sistematika dan penggunaan bahasa dalam surat permohonan bantuan. Pada akhir kegiatan pembelajaran, peneliti melakukan evaluasi dengan mengadakan tes. Secara individu, siswa diminta untuk menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda berupa surat permohonan bantuan dengan sistematika yang tepat dan bahasa yang efektif. 
3. Pengamatan 
Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan pengamatan terhadap siswa dengan menggunakan lembar observasi dan melakukan pemotretan. Setelah kegiatan pembelajaran selesai, peneliti membagikan angket dan jurnal kepada siswa untuk mengetahui tanggapan, kesan, dan pesan siswa selama mengikuti pembelajaran. Pada siklus II ini, dilihat peningkatan hasil tes dan perilaku siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, yang meliputi keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas dan keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan. Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran, peneliti juga melakukan wawancara di luar jam pelajaran terutama kepada siswa yang mendapatkan nilai tinggi, sedang, dan nilai rendah. 

4. Refleksi 
Pada siklus II, refleksi dilakukan untuk mengetahui peningkatan keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dan perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Dari refleksi tersebut juga dapat diketahui keefektifan penggunaan pendekatan kontekstual   dalam pembelajaran menulis surat resmi. 
3.2 Subjek Penelitian 
Subjek dalam penelitian ini adalah keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul . Siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Munjul  berjumlah 44 siswa yang terdiri atas 21 siswa putra dan 23 siswa putri. 

3.3 Variabel Penelitian 
Penelitian ini menggunakan dua variabel sebagai berikut. 
1. Variabel Peningkatan Keterampilan Menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda 
Peningkatan keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dapat diketahui dengan meningkatnya hasil keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dan perubahan tingkah laku siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pendekatan kontekstual  . 
Target tingkat keberhasilan setiap siswa ditetapkan jika siswa mampu menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dengan benar. Target keberhasilan setiap siswa pada proses pembelajaran siklus I dan siklus II ditetapkan nilai batas tuntas 70. 

2. Variabel Penggunaan Pendekatan Kontekstual   
Masyarakat belajar merupakan salah satu komponen pendekatan kontekstual yang menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Proses pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar dan guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. 
Langkah-langkah pembelajaran kontekstual   dalam pembelajaran menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda adalah sebagai berikut. 
1.     Siswa diberi contoh surat resmi. 
2.     Siswa diminta berkelompok dan berdiskusi untuk mengidentifikasi sistematika dan penggunaan bahasa dalam contoh surat resmi. 
3.     Siswa berlatih menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dengan sistematika dan bahasa yang benar. 

3.4 Instrumen Penelitian 
Penelitian ini menggunakan instrumen sebagai berikut. 
a. Tes 
Bentuk instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dengan sistematika yang tepat dan bahasa yang efektif. Tes ini digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam menulis surat resmi. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis surat resmi, diperlukan adanya penilaian. 
Ada delapan aspek pokok yang dijadikan kriteria penilaian, yaitu kesesuaian bentuk surat, kelengkapan bagian-bagian surat, penulisan bagian-bagian surat, kejelasan isi surat, pilihan kata, ejaan dan tanda baca, penggunaan bahasa baku, dan struktur kalimat. Penggunaan menggunakan criteria Sangat Baik (SB) : Skor 4 ; Baik (B) : Skor 3; Cukup (C) : Skor 2 ; Kurang (K) : Skor 1
Pedoman penilaian surat resmi sebagai berikut. 
1. Kesesuaian bentuk surat 
a. Sesuai: bentuk surat sesuai dengan aturan 
b. Cukup sesuai: bentuk surat tidak jauh menyimpang dari aturan 
c. Kurang sesuai: bentuk surat kurang sesuai dengan aturan 
d. Tidak sesuai: bentuk surat tidak sesuai dengan aturan 
2. Kelengkapan bagian-bagian surat 
a. Lengkap: semua bagian surat resmi ditulis lengkap 
b. Cukup lengkap: jumlah bagian surat resmi tidak kurang dari 10 
c. Kurang lengkap: jumlah bagian surat resmi kurang dari 10 
d. Tidak lengkap: jumlah bagian surat resmi kurang dari 7 
3. Penulisan bagian-bagian surat 
a. Sangat sempurna: jumlah kesalahan antara 1 sampai 3 
b. Sedikit kesalahan: jumlah kesalahan antara 4 sampai 10 
c. Banyak kesalahan: jumlah kesalahan lebih dari 10 
d. Salah semua: semua penulisan bagian surat salah 
4. Kejelasan isi surat 
a. Jelas: isi surat disampaikan dengan jelas 
b. Cukup jelas: isi surat yang disampaikan cukup jelas 
c. Kurang jelas: isi surat yang disampaikan kurang jelas 
d. Tidak jelas: isi surat yang disampaikan tidak jelas 
5. Pilihan kata 
a. Sesuai: pilihan kata sesuai dengan isi surat 
b. Cukup sesuai: pilihan kata cukup sesuai dengan isi surat 
c. Kurang sesuai: pilihan kata kurang sesuai dengan isi surat 
d. Tidak sesuai: pilihan kata tidak sesuai dengan isi surat 
6. Ejaan dan tanda baca 
a. Sangat sempurna: jumlah kesalahan antara 1 sampai 3 
b. Sedikit kesalahan: jumlah kesalahan antara 4 sampai 10 
c. Banyak kesalahan: jumlah kesalahan antara 11 sampai 20 
d. Semua salah: semua penggunaan ejaan dan tanda baca salah 
7. Penggunaan bahasa baku 
a. Sangat sempurna: jumlah kesalahan antara 1 sampai 3 
b. Sedikit kesalahan: jumlah kesalahan antara 4 sampai 10 
c. Banyak kesalahan: jumlah kesalahan lebih dari 10 
d. Semua salah: semua penggunaan bahasa baku salah 
8. Struktur kalimat 
a. Sangat sempurna: jumlah kesalaha antara 1 sampai 3 
b. Sedikit kesalahan: jumlah kesalahan antara 4 sampai 10 
c. Banyak kesalahan: jumlah kesalahan lebih dari 10 
d. Semua kesalahan: semua struktur kalimat salah 

Dari pedoman penilaian tersebut, peneliti dapat mengetahui kemampuan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda siswa berhasil mencapai kategori sangat baik, baik, cukup, dan kurang. 

b. Nontes Bentuk instrumen yang berupa nontes adalah lembar observasi, pedoman wawancara, lembar angket, jurnal, dan dokumentasi yang berupa foto. 
1. Lembar Observasi 
Lembar observasi digunakan untuk mengamati keadaan, respon, sikap, dan keaktifan siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Hal-hal yang diamati, yaitu perilaku positif dan perilaku negatif siswa dalam proses pembelajaran. 
2. Pedoman Wawancara 
Pedoman wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi tentang pembelajaran Bahasa Sunda  yang berkaitan dengan pembelajaran menulis surat resmi. Aspek yang digunakan dalam pedoman wawancara, antara lain mengenai tanggapan siswa terhadap materi pelajaran, kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran menulis surat resmi, dan tanggapan siswa terhadap guru dan teknik yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. 
3. Lembar Angket 
Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket terstruktur dan tertutup. Aspek yang diungkap mengenai proses pembelajaran menulis surat resmi. Jumlah pertanyaan dalam angket sebanyak sepuluh soal dengan empat pilihan jawaban. Peneliti menentukan skor dalam penilaian angket. Setiap jawaban memiliki skor yang berbeda. Nilai akhir angket adalah jumlah skor yang diperoleh siswa dibagi jumlah skor ideal dikalikan seratus. 
4. Jurnal 
Jurnal digunakan untuk mengetahui kesan dan pesan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Aspek yang diungkap antara lain mengenai perasaan siswa senang atau tidak selama mengikuti pembelajaran menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dengan pendekatan kontekstual. 

3.5 Teknik Pengumpulan Data 
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 
a. Tes 
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes. Tes dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada siklus I dan siklus II. Tes diberikan kepada siswa pada akhir pembelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk menulis surat resmi. Tes diberikan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam kesesuaian bentuk surat, kelengkapan bagian-bagian surat, penulisan bagian-bagian surat, kejelasan isi surat, pilihan kata, ejaan dan tanda baca, penggunaan bahasa baku, dan struktur kalimat. 
Langkah-langkah dalam pengambilan data hasil tes adalah sebagai berikut. 
1. Persiapan 
Dalam penelitian ini peneliti menyiapkan soal yang akan dikerjakan oleh siswa, yaitu jenis surat resmi yang akan ditulis oleh siswa. Hal-hal yang disiapkan, yaitu menentukan topik yang akan digunakan dalam menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dan membagi kertas. 
2. Pelaksanaan 
Tes dilaksanakan di dalam kelas setelah materi pembelajaran menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda diberikan selama dua jam pelajaran. Pelaksanaan tes bertujuan agar siswa mampu menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dengan sistematika yang tepat dan bahasa yang efektif. 
3. Evaluasi 
Setelah siswa menulis surat resmi, peneliti melakukan evaluasi dengan memberikan nilai pada setiap siswa dan hasil penilaian tersebut disebut sebagai hasil tes. 
4. Teknik Nontes 
Data nontes digunakan untuk mengetahui perubahan perilaku siswa dalam proses pembelajaran. Dalam pengambilan data nontes, peneliti menggunakan observasi, wawancara, angket, jurnal, dan dokumentasi yang berupa foto. 
Observasi dilakukan oleh peneliti selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan pada semua siswa dengan memberikan tanda check (√) pada lembar observasi. Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai proses dan perilaku siswa dalam kegiatan pembelajaran. 
Wawancara dilakukan setelah proses pembelajaran selesai dengan menggunakan alat perekam. Wawancara hanya ditujukan kepada siswa tertentu yang mendapatkan nilai tinggi, sedang, dan nilai rendah. Siswa menjawab pertanyaan yang berjumlah lima soal yang berkaitan dengan pembelajaran menulis surat resmi. Wawancara dalam penelitian ini berisi tentang respon siswa terhadap tugas yang dikerjakan dan hambatan atau kesulitan yang dihadapi. 
Angket dibagikan kepada siswa setelah proses pembelajaran berakhir. Jumlah soal dalam angket sebanyak sepuluh soal dengan empat pilihan jawaban. Setiap jawaban memiliki skor yang berbeda. Nilai akhir angket adalah jumlah skor yang diperoleh siswa dibagi jumlah skor ideal dikalikan seratus. 
Jurnal diisi oleh siswa setelah proses pembelajaran berakhir. Lembar jurnal berisi lima soal dan diisi oleh siswa secara tertulis. Dalam penelitian ini, jurnal digunakan untuk mengetahui respon dan minat siswa terhadap proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual  , kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis surat, dan kesan dan pesan siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. 
Pengambilan foto juga dilakukan selama penelitian berlangsung. Foto yang diambil berupa aktifitas-aktifitas siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Dokumentasi berupa foto ini digunakan sebagai bukti visual kegiatan pembelajaran selama penelitian berlangsung. 

4.6 Teknik Analisis Data 
Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. 
1. Secara kualitatif 
Data kualitatif diperoleh dari data nontes, yaitu data observasi, jurnal, angket, wawancara, dan dokumentasi foto. Analisis data dilakukan dengan menelaah seluruh data yang diperoleh, menyusunnya dalam satuan-satuan, dan dikategorisasikan. 
Hasil analisis data secara kualitatif digunakan untuk mengetahui perubahan perilaku siswa pada pembelajara siklus I dan siklus II, serta untuk mengetahui efektivitas penggunaan pendekatan kontekstual   dalam peningkatan keterampilan menulis surat resmi. 
2. Secara Kuantitatif 
Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dengan pendekatan kontekstual   pada siklus I dan siklus II. Analisis data tes secara kuantitatif atau deskriptif presentase ini dilakukan dengan menghitung nilai masing-masing aspek, merekap nilai siswa, menghitung nilai rata-rata siswa, dan menghitung presentase nilai. 
Presentase nilai dihitung menggunakan rumus: NP = R/SM x 100%
Keterangan: 
NP : nilai dalam persen 
R : skor yang dicapai siswa 
SM : skor maksimal ideal 

Hasil perhitungan keterampilan menulis surat resmi  menggunakan bahasa Sunda dari siklus I dan siklus II dibandingkan. Hasil ini akan memberikan gambaran mengenai presentase peningkatan keterampilan menulis surat resmi. 

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, Maidar G Arsjad, dan Sakura H Ridwan. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Sunda . Jakarta: Erlangga. 
Arifin, Syamsir. 1987. Pedoman Penulisan Surat menyurat Indonesia. Padang: Angkasa Raya. 
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 
________2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi SLTP kerangka Dasar Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Hasil Belajar Siswa SLTP Berbasis Kompetensi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 
Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 
Kustiawan, Nanang. 2003. Membuat Surat Dinas/ Resmi. Surabaya: Pustaka media. 
Mafrukhi. 2003. Implementasi Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Makalah disajikan dalam Seminar Regional Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah. Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas negeri Semarang. 
Mahmudah, Siti Ida Asrotul. 2000. Peningkatan Menulis Surat Undangan resmi dengan Teknik Pelatihan Berjenjang pada Siswa Kelas II SLTP 3 Ungaran Tahun Ajaran 1999/2000. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. 
Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. 
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 
Soedjito dan Solchan TW. 1999. Surat-Menyurat Resmi dalam Bahasa Sunda . Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 
Sudarsa, Caca, Farid Hadi, dan Atika Sya’rani. 1992. Surat Menyurat dalam Bahasa Sunda . Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 
Suriamiharja, Agus, Akhlah Husen, dan Nunuy Nurjanah. 1996. Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta: Depdikbud. 
Sutikno. 2002. Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi Melalui Penyajian Gambar pada Siswa Kelas ID SLTP 30 Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. 
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. 
Zulaeha, Ida. 2003. Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual Mata Pelajaran Bahasa Sunda . Disajikan dalam Seminar Regional Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah. Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas negeri Semarang. 



= Baca Juga =



Post a Comment

Previous Post Next Post